Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ramai Makelar Doa di Tengah Politisasi Ulama

6 Februari 2019   13:00 Diperbarui: 6 Februari 2019   13:11 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perdebatan di medsos tentang puisi Fadly tentang "Makelar Doa" tak saja menggelitik pihak lawan politik, namun sekaligus mempertontonkan betapa ulama kharismatis sekelas Mbah Moen dipaksa masuk kumparan kekuasaan. 

Ulama yang seharusnya dihormati, diikuti, dan disayangi seolah di "bon" sana-sini demi keuntungan-keuntungan kepolitikan. Alangkah lebih bijak jika setiap kandidat politik cukup datang meminta restu untuk ikut ajang kontestasi tanpa harus menyetir ulama untuk berdoa dengan cara mereka sendiri. 

Doa para ulama tentu saja "maqbul" dan di-ijabah, selama yang keluar dari mulutnya sesuai dengan hati nuraninya dan keyakinannya yang begitu dalam kepada Tuhan sang Maha Pemberi Keputusan.

Mungkin ada benarnya, bahwa kritik Fadly Zon soal makelar doa yang ditujukan kepada orang-orang yang men-drive Mbah Moen untuk membacakan doa sesuai selera mereka. 

Pada konteks ini, ada upaya politisasi kepada ulama, bukan menempatkan para ulama sebagai pemberi "peran" washilah karena ketaatannya dan kedekatan mereka dalam tradisi keagamaan kepada Tuhan. 

Saya justru melihat, banyak sekali upaya politisasi ulama seperti ini yang tidak hanya terjadi pada sosok Mbah Maimoen, tetapi terjadi pada banyak ulama-ulama lainnya yang secara sengaja dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan dukungan politik.

Bagi saya, ini sangat mengharukan sekaligus menggelikan, ketika para ulama kharismatis hanya diberikan porsi untuk berdoa, bahkan seluruh bait-bait yang harus dibacakan telah diatur sebelumnya oleh mereka yang memintanya berdoa. 

Alangkah rendah kedudukan para ulama jika kemudian hanya sekadar dimanfaatkan ketika jelang kontestasi politik, lalu setelah itu tak ada yang tersisa dari mereka kecuali sebatas pendoa bagi kemenangan setiap kandidat politik. 

Para ulama adalah panutan umat, segala prilakunya yang baik, ucapannya yang penuh hikmah, dan petuah-petuahnya penuh dengan kebajikan semestinya diikuti dan ditiru. 

Keilmuan mereka yang luas tentu saja dapat menjadi amunisi penting untuk mengisi berbagai aturan-aturan yang lebih mengarah kepada semangat keadilan umat, bukan sebatas kepentingan kelompok atau golongan tertentu.

Ulah para politisi yang berselingkuh dengan kekuasaan tentu saja mencerabut akar kebajikan para ulama, karena mereka hanya memanfaatkannya dalam momentum-momentum pergantian kekuasaan, tak lebih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun