Sangat mudah saya kira, membedakan bagaimana soal narasi-narasi politik yang mereka buat dengan mengukur dari berbagai sudut pandang yang membelah secara kontradiktif antara formalisme dan substansialisme Islam yang mereka gaungkan di ranah publik.
Bagi saya, golput tentu saja menghindari arus besar mainstream yang secara argumentatif menarasikan Islam dan politik dalam ranah fanatisme politik aliran yang sejauh ini memang hadir menjadi dua kekuatan politik yang sedang berkontestasi.Â
Saya sendiri cenderung menghindari perdebatan dua arus besar ini karena seolah-olah ini hanya mengulang kembali diksi-diksi kepolitikan yang telah usai ketika menyoal perdebatan Piagam Jakarta.Â
Keberadaan Pancasila yang seharusnya menjadi pedoman berbangsa dan bernegara tanpa perlu ada klaim dari pihak manapun adalah hasil kompromi politik tingkat tinggi yang semestinya mampu membingkai setiap perbedaan politik, bukan malah menyulut semangat golput tetap meyala, karena mereka ternyata lebih sanggup berkompromi dan bersikap lebih luwes dalam hal berpolitik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H