Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Imam Masjid Memang Harus NU

28 Januari 2019   10:56 Diperbarui: 28 Januari 2019   11:24 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tak ubahnya ketika sawah yang dulunya digarap oleh suatu kelompok masyarakat, lalu tiba-tiba muncul sekelompok orang yang entah datang dari mana, menguasai, merebut, bahkan menggarap sawah yang telah bertahun-tahun lamanya memberikan manfaat kepada mereka. 

Konflik tentu saja sulit dihindarkan dan kenyataan atas kondisi ini terus meluas terutama sasarannya adalah masyarakat urban yang dianggap masih rapuh dalam hal tradisi keagamaannya.

Ungkapan Kiai Said, mungkin saja yang dimaksud bukan NU sebagai ormas yang sejauh ini tampak memiliki hubungan mesra dengan kekuasaan. Namun, ungkapan ini lebih kepada soal peringatan bahwa telah terjadi penguasaan masjid secara besar-besaran yang bertujuan politis: menghapus tradisi lama, mengubah cara beribadah masyarakat sesuai dengan keyakinan mereka, menihilisasi peran para ulama dan menggantinya dengan cara pandang terlampau ketat terhadap ortodoksi, mengklaim kebenaran atas cara pandang mereka sendiri. 

Gerakan kelompok-kelompok ini secara massif memang menyerang NU, bahkan secara politis dalam hal penguasaan masjid sekaligus para imamnya, merupakan proyeksi jangka panjang menggaungkan semangat "asal bukan NU".

Memang, ungkapan Kiai Said patut diklarifikasi lebih jauh, karena pernyataan ini rentan menjadi konflik horizontal yang pada akhirnya timbul saling curiga antarkelompok keagamaan yang sejauh ini justru telah mampu meredam konflik ditengah publik. NU, Muhammadiyah, Persis---untuk menyebut beberapa kelompok 'sektarian' yang cukup besar---merupakan bagian dari ormas Islam yang sejauh ini seiring-sejalan dan memiliki jamaahnya tersendiri tanpa harus berbenturan antara satu dan lainnya. 

Sekalipun saya berlatar belakang NU, namun hubungan baik saya dengan beberapa kolega dari ormas Islam seperti Muhammadiyah dan Persis, tidak kemudian harus berebut "kekuasaan" hanya dalam soal siapa yang lebih pantas kemudian menjadi imam ketika salat.

Dalam banyak hal, NU kerap kali memanfaatkan kedekatannya secara politis dengan kekuasaan, sehingga disadari maupun tidak, kenyataan soal sektarianisme keagamaan justru tampak semakin besar. Saya rasa, memang perlu kesadaran yang menyeluruh dari berbagai pihak, dimana soal politik aliran tidak kemudian menjadi pintu masuk bagi munculnya sekelompok masyarakat yang tersegmentasi secara agama. 

Sekalipun ini sulit dihindarkan, namun NU sebagai ormas terbesar sesungguhnya mampu menjadi ormas terdepan dalam hal moderasi Islam, tanpa harus menyatakan dirinya sebagai pihak yang menentang arogansi kelompok sektarianisme Islam lainnya.

Saya kira, soal bagaimana bersikap moderat ditengah pertentangan entitas "ekslusivisme" keagamaan sejauh ini menemukan wujud terbaiknya ketika pendiri NU, Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari melawan beragam arogansi kelompok sektarian. 

Dalam banyak pidatonya di forum-forum lintas kelompok Islam, ia selalu mengedepankan persatuan dan sekuat mungkin menahan agar tak terjadi perpecahan yang diakibatkan perbedaan-perbadaan secara sektarianisme. Prinsip soal "dar'ul mafaasid muqaddamun 'ala jalb al-mashaalih" (menolak kerusakan/perpecahan harus didahulukan ketimbang membuat kemaslahatan) benar-benar dipraktekkan oleh Hadratussyekh. 

Jika suatu kondisi akan lebih besar membawa dampak pertentangan atau konflik, maka tak perlu diperbesar sekalipun itu membawa dampak pada kemaslahatan umat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun