Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Kembali Terjebak Isu Anti-Islam

25 Januari 2019   16:11 Diperbarui: 25 Januari 2019   16:29 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Warna Islam moderat dalam banyak hal, memang semakin dibutuhkan ditengah persepsi keberagamaan masyarakat Islam Indonesia yang belakangan nyaris terpapar sektarian. 

Walaupun terkadang wacana ini terkesan "hegemonik" dan bermuatan politik, namun dalam bingkai besar masyarakat Indonesia yang multi-etnik, moderasi tetap dianggap satu-satunya jalan keluar dari berbagai kebuntuan berbangsa, bernegara, dan beragama. Islam moderat tentu saja bukan label pada satu kelompok tertentu atau bukan juga klaim sepihak penguasa yang pada akhirnya tampak menggiring sensitifitas keberagamaan kelompok lainnya. 

Bagi saya, ciri moderatisme Islam tentu saja telah memiliki sejarah panjang yang berakar dalam masyarakat Indonesia yang kemudian membedakannya dengan keberagamaan masyarakat muslim di belahan dunia lainnya.

Ungkapan Jokowi yang masih berjuang menepis berbagai anggapan soal dirinya yang anti-islam dan anti-ulama, seharusnya sudah tak perlu diungkit lagi. Banyak kenyataan politik yang menilai, bahwa tuduhan-tuduhan itu jelas tak berdasar dan hanya menjadi alat politik kepentingan demi tujuan "penjegalan" dalam suasana kompetisi politik. 

Rasanya sudah terbiasa di jelang masa-masa akhir kontestasi politik, bahwa masing-masing pihak yang berkompetisi akan melakukan apapun demi kejatuhan lawan politiknya. 

Propaganda yang menyebut Jokowi anti-Islam tanpak linier pada akhirnya dengan kebangkitan isu soal "politisasi agama" itu sendiri. Agama dijadikan "alat" yang paling mutakhir dalam setiap kompetisi, terlebih bahwa secara faktual Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia.

Seolah masuk dalam perangkap isu-isu ini, Jokowi dalam berbagai kesempatan seringkali mengulas soal kekecewaannya dituduh anti-Islam. Padahal, jika memang itu hanya isu-isu sekadar menjalankan skenario politik di tengah derasnya persaingan kompetisi, seharusnya Jokowi tak menanggapinya terlalu berlebihan. 

Selain tak akan berpengaruh secara signifikan terhadap sisi elektoral, mengungkit kembali soal kekecewaan ini ditengah kegiatan resmi pembagian sertifikat kepada warga, malah bisa menjadi semacam "kampanye politik" yang mungkin saja blunder bagi dirinya. Pihak oposisi dengan mudah akan menyebut bahwa aksi bagi-bagi sertifikat yang dilakukannya jelas pencitraan, terlebih ditengah semakin dekatnya jarak pelaksanaan pemilu.

Sekalipun sulit untuk tidak menyebut bahwa kegiatan bagi-bagi sertifikat itu terkait erat dengan posisi Jokowi sebagai petahana, namun tak seharusnya soal isu politik yang mendiskreditkan dirinya terus diungkap dihadapan publik. 

Alih-alih meyakinkan publik soal kemudahan birokrasi yang lebih rasional, Jokowi malah terjebak dalam arus besar yang mengangkat isu-isu anti-Islam dan anti-ulama yang sejauh ini dituduhkan kepada dirinya. 

Disisi lain, soal wacana Islam moderat seolah-olah hanya dilekatkan penguasa pada pihak-pihak tertentu yang memang secara politik memberikan dukungan kepadanya dan tak mau berkompromi dengan kalangan Islam yang notabene kontra terhadap pemerintahannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun