Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Solidaritas dalam Hal Kekerasan, Kok Bisa?

13 Desember 2018   13:12 Diperbarui: 13 Desember 2018   13:38 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Itulah sebabnya, korupsi juga akibat tak langsung dari rangkaian solidaritas para elit, sehingga hanya sebagian kecil saja kasus korupsi yang kemudian diungkap aparat ke ranah publik.

Bagi saya, agama adalah contoh konkret sebuah ikatan solidaritas sosial yang kuat, bahkan melampaui batas kekelompokannya sendiri. Ajaran-ajaran agama, mengarahkan dan membimbing setiap orang untuk tidak berbuat yang merugikan orang lain, bukan atas dasar ikatan-ikatan kesamaan solidaritas agamanya, tetapi karena ikatan-ikatan solidaritas kemanusiaan secara lebih luas. 

Solidaritas memang dapat diikat melalui agama, namun pada prakteknya agama berwatak egalitarian, agar mampu menerima setiap kenyataan perbedaan sosial yang ada, termasuk kecenderungan kelompok sosial, perbedaan keyakinan, atau mungkin kenyataan elitis dalam suatu  masyarakat.

Mungkin banyak yang perlu dibenahi dari sisi solidaritas sosial yang mewujud dalam bangsa ini. Munculnya banyak kelompok yang dilatarbelakangi oleh kesamaan identitas lalu membentuk ikatan-ikatan solidaritas sosial, belum sepenuhnya bermanfaat banyak bagi masyarakat. Alih-alih mempererat antarikatan solidaritas sosial, kelompok-kelompok tertentu yang bersifat komunal justru membangun ikatan-ikatan sosial baru yang lebih ekslusif bahkan cenderung sekadar mempertontonkan identitas kelompoknya agar mendapatkan pengakuan dari publik. 

Saya kira, ini beban moral bagi negara dan khususnya telah ada lembaga penguatan Pancasila yang sejauh ini diproyeksikan untuk pembinaan penguatan mental solidaritas kebangsaan berdasarkan kesamaan ideologi negara, Pancasila.

Saya kira, masyarakatpun telah merasa jenuh dengan kenyataan yang ada, dimana penguatan atas nilai-nilai solidaritas hanya sebatas kekelompokan yang diikat secara emosional bukan rasional. 

Hal ini menjadi persoalan bangsa yang semakin serius, dimana mempertahankan ikatan-ikatan solidaritas sosial yang lebih luas berdimensi kesatuan dan kebangsaan jauh lebih penting ketimbang gaung soal solidaritas yang berhenti dalam acara-acara seremonial yang terkesan simbolik. Kita tentu tak perlu menuduh siapa yang paling bertanggungjawab, kecuali hanya pasrah lalu menuding beberapa "oknum" yang terlibat dan semua urusan dianggap selesai. Mungkin sulit menjawab pertanyaan diatas, memang ada solidaritas dalam hal kekerasan? Jika memang ada, berarti mungkin ada yang salah dalam soal memahami solidaritas sosial.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun