Momentum Pilpres 2019 yang akan memilih personal kandidat memang dibutuhkan dukungan resmi dari setiap ormas, mengingat ini merupakan bagian dari demokrasi sebagai bentuk kebebasan dalam memilih. Tak ada salahnya sebuah ormas memberikan dukungan kepada salah satu kandidat capres, karena itu jelas itu merupakan hak demokrasi masyarakat.Â
Amien Rais sebagai tokoh penting di Muhammadiyah memang dirasa perlu "mendesak" Muhammadiyah agar menentukan sikap terhadap ajang kompetisi demokrasi mendatang. Disaat NU juga secara terbuka memberikan dukungan kepada tokohnya yang menjadi cawapres, maka wajar jika Amien Rais juga meminta Muhammadiyah melakukan langkah yang sama dengan NU.
Menarik untuk diikuti, bahwa dukungan ormas Islam terbesar, seperti NU, yang terus bergulir kepada Ma'ruf Amin sudah dikumandangkan jauh-jauh hari. Banyak tokoh-tokoh NU yang juga menjadi bagian dari tim pemenangan kandidat, sehingga sangat nampak kemana sesungguhnya arah dukungan NU secara politik di Pilpres 2019 nanti.Â
Dukungan secara resmi dari ormas NU ditingkat lokal kepada pasangan Jokowi-Ma'ruf sudah seharusnya disikapi Muhammadiyah untuk juga menegaskan arah dukungan politiknya. Dukungan politik itu sudah biasa dan hal itu sangat wajar dalam suatu iklim demokratis, tak perlu dihubung-hubungkan dengan soliditas keumatan yang ditengarai akan mengganggu dinamika sosial-politik.
Melihat kepada arah dukungan yang semakin jelas dari NU untuk mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf, perlu kiranya Muhammadiyah juga menentukan sikap, bukan malah menyerahkan begitu saja soal pilihan politik ini kepada kader. Kritik Amien kepada Haedar Nasir sebagai pucuk pimpinan di Muhammadiyah agar dapat secara resmi memberikan dukungan politik kepada salah satu kandidat di Pilpres, tidak harus dianggap sebagai bentuk pengkhianatan Amien terhadap khittah Muhammadiyah, tapi lebih kepada upaya pembelajaran politik, dimana setiap orang, kelompok, organisasi, atau siapapun agar dengan bebas menentukan aspirasi politiknya secara tegas.
Sebab, jika Amien dianggap melanggar khittah, lalu bagaimana dengan NU? Yang secara terbuka memberikan dukungan politik kepada salah satu kandidat yang secara langkah organisasi jelas melanggar khittah-nya sendiri sebagai ormas sosial-keagamaan yang bebas menentukan pilihan politiknya.Â
Keduanya jelas tidak sedang melanggar atau bahkan melampaui khittah-nya sendiri, namun setiap dukungan politik merupakan khittah---dalam artian menjadi inti dari garis perjuangan organisasi---mendukung secara demokratis siapa yang paling dekat dengan ideologi politik mereka. Lagi pula, konsep "khittah" tak harus terpisah atau memisahkan diri dari segala rangkaian aktivitas politik, termasuk soal penentuan sikap mendukung salah satu kandidat yang berkontestasi.
Saya kira, keberadaan dua ormas Islam terbesar ini cukup penting dalam menyemarakkan Pilpres 2019 mendatang. Setiap penafsiran terhadap suatu peristiwa politik yang dikaitkan dengan kekuatan ormas dibelakangnya, jelas terkait dengan kultur demokrasi yang pada akhirnya dapat mendorong iklim kompetisi politik secara sehat.Â
NU yang lebih dulu memberikan dukungan politik kepada pasangan Jokowi-Ma'ruf merupakan bagian skenario khittah NU sebagai ormas yang tak mungkin lepas dari segala kepentingan politik. Tak ubahnya dengan Muhammadiyah, yang juga memiliki pengalaman politik praktis cukup panjang, pernah bersama-sama NU dan pernah juga menjadi "rival"nya dalam suatu ajang kontestasi politik.
Menarik saya kira, karena keberadaan PAN---yang notabene partai yang didukung kader Muhammadiyah---telah resmi berjuang dalam koalisi pendukung Prabowo-Sandi. Dan disisi lain, PKB---sebagai perwujudan politik-praktis warga NU---juga secara resmi berada dalam barisan koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf.Â
Jika Muhammadiyah secara resmi memberikan dukungan kepada Prabowo-Sandi, maka akan terbentuk sebuah ajang kompetisi politik yang sangat menarik, dimana NU justru menjadi rivalnya dalam ajang Pilpres tahun depan. Jadi, terasa aneh jika ada yang menyebut Amien Rais keluar dari khittah organisasi karena menyatakan berniat "menjewer" Haedar Nasir jika tak menentukan pilihan secara resmi kepada kandidat di Pilpres 2019.