Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Aksi Bela Tauhid, Politisi Kemarin Sore, dan Tukang Sayur

2 November 2018   10:48 Diperbarui: 3 November 2018   15:54 2744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lihatlah jargon-jargon politik yang bertebaran, semakin menunjukkan bahwa kita semakin sulit memilah suatu informasi, kecuali karena semangat solidaritas yang terlampau tinggi.

Boleh saja kita mempunyai rasa solidaritas yang tinggi, tetapi penting juga bahwa solidaritas harus diiringi oleh nilai-nilai pengetahuan yang memadai. Dalam hal Aksi Bela Tauhid---yang notabene aksi solidaritas keagamaan---justru menurut saya, hanya didasari oleh rasa solidaritas yang tinggi, tanpa mengetahui sebenarnya apa esensi yang sedang mereka perjuangkan didalamnya. 

Itulah kenapa sebabnya sahabat Umar bin Khatab lebih menyesal ketika melihat seorang yang berilmu pengetahuan wafat, dibanding ribuan orang yang memiliki semangat solidaritas keagamaan yang tinggi, tetapi bodoh. Umar, tentu saja sedang melakukan otokritik, karena betapa pentingnya pengetahuan yang dapat menggerakkan setiap orang dalam mengaktualisasikan nilai tauhid, bukan semangat kosong keagamaan yang tergerak membela kalimatnya.

Politisi kemarin sore belakangan semakin marak, bahkan justru paling banyak menguasai panggung politik. Lihat saja, banyak politisi muda yang tiba-tiba meluncur mendapat sorotan berbagai media sebagai juru bicara kawakan yang sibuk menangkis kritikan lawan politiknya. 

Anda mungkin paham, mereka-mereka yang duduk dalam puncak tertinggi tim pemenangan kandidat politik justru diisi jajaran politisi kemarin sore. Tak jauh berbeda dengan kemunculan aksi-aksi solidaritas serupa yang juga digerakkan oleh politisi kemarin sore yang memang gemar berhias di atas panggung politik. Wajar saja jika para simpatisan dibawahnya hanya terbentuk karena solidaritas, tanpa diiringi oleh pengetahuan yang memadai.

Para simpatisan, kelompok solidaritas, mungkin cerminan tukang sayur yang sekadar membaca berbagai informasi dari tumpukan makalah bekas atau sobekan koran lama yang tak mewakili pengetahuan apapun. 

Hebatnya, tukang sayur itu bahkan melakukan presentasi soal politik, agama, atau realitas sosial yang tak hanya dilakukan kepada para pembelinya, tetapi juga kepada si pembuat makalah atau penulis berita di sobekan koran tersebut. 

Jadi, semakin ramailah jagat politik saat ini, dipenuhi para politisi kawakan, politisi kemarin sore, simpatisan, kelompok solidaritas yang tak jauh beda dengan tukang sayur yang mempresentasikan hasil bacaannya kepada para pembeli. Informasi yang disampaikan tentu saja setengah-setengah, tak pernah utuh, karena tujuannya adalah bagaimana agar dagangannya laku, itu yang penting!   

Kita memang terlampau sulit untuk keluar dari kungkungan realitas sosial yang terlampau dikotak-kotakkan atau digiring sekadar menjadi penyemangat atas solidaritas, kecuali jika kita dibekali cukup pengetahuan dan berupaya melawan arus. 

Kita justru dihadapkan pada sebuah dilema, antara ikut arus politisi kemarin sore atau menjadi tukang sayur yang sok tahu terhadap informasi apapun, padahal semuanya serba setengah dan tak lagi utuh. Mungkin hanya kewarasan berpikir dan diiringi oleh kekuatan esensi tauhid yang melekat dalam jiwa, kita bisa memilih tidak berada diantara satu atau dua. 

Namun yang penting, menjaga kewarasan berpikir melalui dasar pengetahuan yang cukup, kita akan menjadi pembelajar sejati, bukan sekadar semangat solidaritas yang tinggi apalagi menjadikan tukang sayur sebagai pihak penting pemberi informasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun