Alangkah sontoloyonya jika ada seseorang atau sekelompok orang yang sengaja merusak segala sesuatu tatanan yang sebelumnya telah baik. Jadi, fenomena politik sontoloyo terasa benar adanya, mengingat banyak hal yang telah baik justru belakangan dibuat menjadi rusak.
Lalu, apakah soal kasus pembakaran bendera yang terkait simbol tertentu terdapat unsur pelecehan agama? Jika ada simbol agama yang tertera didalamnya, maka itu dapat dikategorikan pelecehan atas simbol agama dan hal ini menjadi wilayah hukum untuk menyelesaikannya. Tak perlu menyimpulkan bahwa itu terkait aksi suatu organisasi, sehingga muncul tuduhan yang menyakitkan sehingga organisasi tersebut harus dibubarkan.
Jika ada satu atau dua orang yang melecehkan suatu agama, apakah agama itu harus dibubarkan? Saya kira tidak, walaupun demikian, politik sontoloyo berperan memperkeruh suasana dengan terus membuat apologi dan agitasi untuk membakar semangat yang seolah-olah didasari atas keagamaan padahal sesungguhnya adalah trik politik.
Kita memang dituntut untuk lebih jernih berpikir dengan melepaskan fanatisme kekelompokan yang mengungkung pola pikir kita sendiri. Fanatisme jelas sikap berlebihan yang pada akhirnya akan lebih banyak mengorbankan akal sehat digantikan nafsu kita sendiri. Jangankan fanatisme kekelompokan, dalam sikap keberagamaan-pun fanatisme itu dilarang, karena fanatik akan menutup celah berpikir jernih karena bias yang ada dibelakang kepala kita.
Saya kira, peran politik sontoloyo dalam hal friksi sosial justru mengaburkan makna "kebenaran" sesuai kewarasan berpikir dan mengaburkannya melalui isu-isu fanatisme yang dihembuskan, sehingga pada akhirnya menyumbat seluruh saluran akal sehat.
Saya, anda, dan kita semua cinta NKRI sehingga tak ada klaim kebenaran atas satu atau sekelompok orang yang paling hebat cintanya terhadap Indonesia. Itulah kenapa, klaim cinta NKRI sering disalahgunakan dalam berbagai hal terkait dinamika politik. Mencintai NKRI berarti mencintai persatuan, keragaman, dan sangat senang terhadap perdamaian.Â
Mencintai NKRI jelas tak mungkin menyakiti siapapun mereka yang hidup di atas bumi Pertiwi, apalagi merusaknya dengan melecehkan, menghina, mencaci maki, atau membuat suasana permusuhan dan kebencian. Hanya politik sontoloyo-lah pada akhirnya yang harus dipersalahkan, karena suasana kekisruhan dibuat, didisain, dimanipulasi, demi tujuan-tujuan kepentingan politik.
Menjadi seseorang yang cinta terhadap sesuatu itu mudah, tetapi menjaganya justru yang susah. Itulah kenyataan bangsa ini yang sangat cinta NKRI, tetapi pada kenyataannya menjaga menjadi pecinta yang sesungguhnya ternyata tidaklah mudah. Lagi-lagi, ini soal politik sontoloyo yang sukses mengaburkan banyak hal, termasuk menunggangi agama demi kepentingan kuasa.
Yang jelas, cinta terhadap apapun tentu saja tak boleh berlebihan atau lebih parah lagi jika mencintai sekadar dibuat-buat. Ingat, cinta tertinggi adalah bentuk cinta tanpa syarat (unconditional love), namun jika cinta masih ada syarat (conditional love) dan didorong keinginan tertentu, apalagi didorong keinginan materi, jelas patut dipertanyakan. Cinta adalah iman yang terlepas dari anasir material apapun, sehingga mewujud dalam bentuk kasih sayang tanpa syarat kepada siapapun, termasuk kebaikan dan keberkahan terhadap negeri kita tercinta ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H