Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena Guru Anti Jokowi, Hoaks, dan Wajah Instabilitas Politik

17 Oktober 2018   11:58 Diperbarui: 17 Oktober 2018   12:26 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya kira, kasus guru Nelty ini bukan yang pertama diangkat menyoal ketidaknetralan dalam hal pilihan politik dan kebetulan situasi politik tidak sedang memihak kepada para guru tentunya.  

Saya menilai, guru saat ini justru disorot karena keberadaannya sangat penting dalam membentuk dan mempengaruhi cara berpikir siswanya, terutama ketika mereka berinteraksi dengan dunia luar membaca isu-isu politik mutakhir yang belakangan kian marak. 

Menariknya, para guru mayoritas muslim juga disurvey oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) untuk didata dan diketahui seberapa besar ekses intoleransi mereka terhadap dunia pendidikan. 

Cukup mencengangkan, bahwa ternyata 57 persen guru memiliki opini intoleran terhadap pemeluk agama lain, dan ini merupakan sinyal ke arah potensi radikalisme yang linier dengan ancaman kebangsaan. 

Lalu, kenapa harus guru? Apakah karena keterikatannya yang erat secara emosional dengan peserta didiknya? Ataukah karena guru yang selalu protes terhadap kenyataan dirinya yang meradang karena status honorernya tanpa kejelasan?

Saya kira, sejak dari dulu guru tetaplah pahlawan tanpa tanda jasa, karena begitu banyak para muridnya yang sukses mendulang jabatan dan kemewahan sedangkan guru tetaplah guru tak pernah menjadi pejabat apalagi konglomerat.

 Para guru hanya diingat dan dihadirkan ketika acara prosesi reuni yang didanai oleh para pejabat dan konglomerat yang sukses. Mereka lalu dihormati sekadar berpidato, diberi sekuntum bunga dan doorprize ala kadarnya. Sungguh, keberadaan para guru saat ini sangat memilukan ditengah himpitan kondisi kepolitikan yang jelas-jelas tak pernah memihak mereka.   

Saya sepakat bahwa guru dan PNS harus netral dalam berpolitik, karena hal itu sudah tertuang dalam undang-undang No 5 Tahun 2014 tentang ASN, bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. 

Jika memang terbukti melanggar, sepatutnya diberikan sangsi sesuai aturan yang berlaku. Lalu, jika fenomena guru anti-Jokowi ini tak terbukti, bagaimana nasib pelapor yang belakangan malah menghilang? Saya kira, hukum perlu ditegakkan karena penyebar informasi ini telah merugikan banyak pihak, terutama menjadi pukulan keras bagi para guru. 

Guru Nelty mungkin bukan satu-satunya guru yang patut dihormati dan dihargai karena jasa-jasanya yang terlampau besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Jangan sampai kondisi politik lalu seperti "meneror" para guru untuk menjauhi aspek politik sekecil apapun, padahal politik dalam skala kebangsaan dan kenegaraan perlu diperkenalkan sejak dini kepada para pelajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun