Sulit dihindari, fenomena rivalitas politik NU-Muhammadiyah mulai muncul dipermukaan akibat perlakuan penguasa yang kurang berimbang. Sebut saja komposisi tokoh Muhammadiyah yang mungkin saat ini hanya tinggal 2 orang, yaitu Muhadjir Effendy yang berada dalam kabinet dan Syafi'i Ma'arif di BPIP yang belakangan malah tampak semakin rumit akibat isu honor yang fantastis dan ditinggalkan ketuanya sendiri.Â
Kebanyakan tokoh penting Muhammadiyah berada diluar lingkaran kekuasaan dan tampak menjadi pengkritik paling lantang terhadap penguasa belakangan ini. Wajar, jika kemudian sayap organisasinya, Pemuda Muhammadiyah apalagi memang dibawah kendali Dahnil diintervensi pihak penguasa. Â
Pernyataan Dahnil Anzar Simanjuntak kepada banyak media soal intervensi aparat dalam kegiatan muktamar Pemuda Muhammadiyah, bukanlah isapan jempol atau berita bohong. Terlepas dari posisi Dahnil sebagai koordinator juru bicara Tim Prabowo-Sandi, keberadaan Pemuda Muhammadiyah tampaknya memang bisa menjadi kekuatan politik baru sebagai rival bagi petahana.Â
Sejauh ini, Muhammadiyah yang terkesan terpinggirkan dari kekuasaan, tentu saja mengecewakan para pimpinannya, termasuk berbagai afiliasi organisasinya. Kekecewaan ini sangat dirasakan dan muncul ke permukaan melalui banyak pernyataan yang "kontra" penguasa, terutama jika ditelusuri dari berbagai laman daring terafiliasi Muhammadiyah.
Jika pernyataan Dahnil ini benar adanya, maka intervensi dalam hal kebebasan berkumpul, mengeluarkan pendapat, dan berorganisasi---terlebih hanya berlaku untuk Muhammadiyah yang dianggap "rival politik"---yang dilakukan aparat, jelas-jelas mengganggu iklim demokrasi. Perjalanan berdemokrasi yang sudah semakin baik, justru kembali mundur jika pihak penguasa melalui akses-akses kekuasaannya melakukan "tekanan politik" melalui upaya intervensi.Â
Tak perlu rasanya kita mengulang masa-masa kelam rezim Orde Baru yang sedemikian ketat mengatur, mengarahkan, bahkan menentukan siapa-siapa tokoh yang pantas memimpin sebuah organisasi. Demokrasi mengatur dan menyediakan jalur-jalur kebebasan berekspresi masyarakat yang sepi dari intervensi pihak manapun.
Saya rasa, intervensi dalam bentuk apapun tak akan memberikan dampak tekanan terhadap siapapun, justru yang muncul adalah "perlawanan" dalam rangka menentukan sendiri kebebasan berekspresinya dalam hal politik.Â
Alih-alih dapat mempengaruhi atau mewarnai, intervensi yang dilakukan aparat dan penguasa seringkali justru meninggalkan bekas negatif di benak masyarakat sehingga mungkin sekali berdampak pada elektabilitas petahan yang didukung kekuasaan.Â
Marilah jujur berdemokrasi jangan sembunyi-sembunyi, sebab demokrasi adalah keterbukaan seluruh proses dan memberikan kebebasan berkompetisi tanpa harus diintervensi. Selamat berkompetisi kawan-kawan Pemuda Muhammadiyah, tidak perlu takut intervensi apalagi intimidasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H