Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perbedaan Pendapat Wajar, Persekusi Jelas Kurang Ajar!

16 Oktober 2018   10:46 Diperbarui: 16 Oktober 2018   11:03 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak hanya soal Sedekah Laut yang terpapar persekusi, kegiatan lain yang bernuansa keagamaan dalam rangka saling menasehati juga tak luput dari upaya persekusi. Lalu, kemana larinya fungsi agama sebagai nasehat? Yang ada bahkan kenyataan saling hujat, dimana tanpa sadar mereka membongkar fondasi agama mereka sendiri. 

Ternyata, menyadari agama sebagai nasehat terlampau sulit bagi mereka yang justru selalu mengaku paling beragama.

Penting juga untuk dipahami, beragama merupakan keyakinan individual dan penataan yang baik terhadap berbagai relasi sosial sekaligus. Prinsip "nasehat" yang mengikat dalam suatu agama jelas berkonotasi pada upaya pembentukan pribadi yang saleh karena saling menasehati antarsesamanya demi membangun ikatan-ikatan solidaritas sosial yang kuat. 

Aneh rasanya, jika agama hanya dipandang sebagai keyakinan individual an sich lalu secara sewenang-wenang justru menggempur ikatan-ikatan solidaritas sosial yang telah ada. Beragama jelas saling menasehati, bukan saling memersekusi, karena agama dikendalikan oleh hati nurani bukan emosi.

Saya menilai, tradisi Sedekah Laut atau tradisi-tradisi lainnya yang hidup di tengah masyarakat sudah semestinya dijaga dan dirawat sebagai bagian dari warisan budaya. Jikapun ada persoalan yang dianggap tak sesuai dengan keyakinan agama, jadikanlah itu nasehat bagi diri anda sendiri, bukan lalu melakukan persekusi. 

Saya sendiri meyakini, tak selamanya adat atau tradisi itu dianggap penyimpangan sosial dalam perspektif keagamaan, karena dalam tradisi Islam adat atau tradisi justru bisa menjadi sumber hukum (al-'adaatu muhkamatun). Legalitas adat atau tradisi jelas diangkat dalam hal ini sebagai upaya pelestarian dalam mewujudkan kebaikan ikatan sosial.

Jika ada perbedaan pendapat, anggaplah itu sebagai rahmat Tuhan, karena sejatinya Tuhan-pun menciptakan manusia dalam nuansa diversitas, tidak dikotak-kotakan dalam pecahan individualitas atau komunitas. 

Agama, tentu saja diciptakan untuk membentuk ikatan-ikatan solidaritas sosial yang dibangun "tanpa paksaan" karena penerimaan manusia atas segala keragaman yang memang telah lebih dulu terbangun dalam masyarakat. 

Pemaksaan segala sesuatu apalagi dijalani dengan persekusi, jelas tak sesuai dengan entitas agama yang dibangun atas dasar fondasi nasehat. Agama jelas mengajak pada kewarasan berpikir melalui saling menasehati, bukan memersekusi!   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun