Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Politik Cepat Saji

13 Oktober 2018   08:33 Diperbarui: 13 Oktober 2018   22:37 2087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: KOMPAS

Mereka berlomba-lomba jualan isu, saling serang demi menang dan sangat amat takut kalah, jauh dari upaya membangun gagasan yang bermutu atau bernilai kemanfaatan yang berdampak pada geliat kecerdasan masyarakat. 

Politik itu telah mencemari cara berpikir kita, bahkan "membuahi"nya sehingga menyebabkan kemandegan berpikir untuk adu ide atau gagasan, karena benih yang ditanamkan sekadar bagaimana menang dan pihak lawan kalah dengan memalukan.

Memang, politik itu soal kalah-menang, bukan soal baik-buruk, demikian ketika salah satu ungkapan pidato bersemangat yang meluncur dari mulut salah satu pemimpin politik. Jadi, jika mau menang, mainkanlah isu-isu politik yang ganjil, demi tujuan mengalahkan agitasi segenap lawan politiknya. Saling serang menjadi tradisi baru dalam berpolitik dan memobilisasi isu demi kepentingan tertentu harus semasif mungkin demi meraih kemenangan. 

Menariknya lagi, keganjilan itu semakin nyata ketika sebuah serial film bergenre drama fantasi justu dijadikan bahan sebuah pidato politik. Lebih menggelikan lagi, ketika pidato drama fantasi ini justru diamini segenap politisi bahkan pebisnis, lalu dengan bangga membuat meme-meme unik bergaya pahlawan klasik.

Serendah itukah politik disini? Ataukah memang kita sendiri justru senang, sekadar menjadi pendukung atau pengusung, sekadar menjadi para pembela yang serba buta? Mungkin saja politik kita lebih rendah dari moralitas bangsa ini yang sudah banyak tergadaikan oleh kepentingan-kepentingan egonya sendiri. 

Moralitas politik itu hanya mitos atau fiksi yang hanya kita saksikan di berbagai drama televisi, tak pernah mewujud dalam sebuah dunia nyata. Tapi, itulah pilihan kita, memilih senang atau dirundung malang, memilih muak atau terbahak-bahak, atau mungkin ada juga sebagian kecil yang lebih memilih selamat dengan cara diam. 

Mungkin ada benarnya, bahwa air beriak tanda tak dalam, sehingga air yang tenang menunjukkan kedalamannya yang mungkin saja sulit diukur. Kedalaman politik diukur dari ketenangannya, situasi politik yang tenang juga menunjukkan kecerdasan para elit dan masyarakatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun