Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Simpati Politik, Kebohongan Publik, dan Permintaan Maaf

4 Oktober 2018   12:38 Diperbarui: 4 Oktober 2018   12:45 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada hal yang sangat penting ketika seseorang meminta maaf atas kesalahannya yang dilakukan kepada pihak lain, yaitu terjalinnya kembali hubungan baik dan tentu saja dapat menarik simpati orang yang telah dipersalahkan sebelumnya.

Walaupun seringkali terjadi, permohonan maaf sekadar ritual keterpaksaan demi lebih mencairkan suasana sosial yang lebih harmonis, bukan semata-mata dorongan tulus seseorang karena memang dirinya bersalah. Itulah sebabnya, "memaafkan" kesalahan orang lain itu jauh lebih mulia dari sekadar permohonan maaf itu sendiri.

Permohonan maaf dapat diiringi beragam motif, baik motif sosial maupun politik, tetapi memaafkan jelas tak mengandung pretensi apapun dibelakangnya.

Menarik sesenarnya jika kita mengurai kata "maaf" yang memang diadopsi dari istilah bahasa Arab, "'afw"---baca 'afwun. Kata "'afw" lebih menggambarkan suasana perubahan ke arah yang lebih baik (khiyaaru kulla syai'in) sehingga apapun kesalahan yang pernah dilakukannya, tertutupi ibarat hujan yang mengguyur bumi yang memberikan kebaikan dan kemanfaatan.

Kalimat "maaf" dalam hal ini memang berkonotasi pada penyesalan atas kesalahan kemudian menutupi seluruh kesalahannya dengan wujud perbuatan baik (ajwaduhu). Maaf dalam dimensi sosial jelas berdampak pada relasi kemanusiaan secara lebih baik, karena rasa tulus yang mengharuskan seseorang menghapus jejak kekurangannya dengan segala kemampuan dan kelebihan yang dimilikinya.

Terkadang dalam banyak hal, permohonan maaf seringkali hanya sebatas "lips service" sekadar mencari simpati atau dukungan, terlebih dalam dunia politik.

Maaf dalam aspek politik tidak saja "ritual" demi meningkatkan elektabilitas dan popularitas, namun lebih rendah dari itu, justru secara sengaja menyembunyikan dan menutupi segala kekurangan dirinya sendiri di depan publik.

Anda pasti lebih mengetahui, bagaimana latar belakang atau dampak seorang politisi yang meminta maaf di ruang publik. Permintaan maaf itu terkait erat dengan suasana politik yang tentu saja akan berdampak langsung pada lingkungan politiknya: popularitas, elektabilitas, dan tentu saja solidaritas.

Belakangan ramai-ramai para politisi meminta maaf atas ulah "elit"-nya sendiri yang melakukan kebohongan besar di depan publik. Lalu, benarkah permintaan maaf ini sebagai pengakuan atas kesalahan? Atau sekadar menutupi kebohongan-kebohongan lainnya yang lebih besar? Atau mungkin memang terbentur jalan buntu sehingga kata maaf dirasa dapat membantu? Pertanyaan-pertanyaan ini saya kira sulit dijawab jika pada kenyataannya memang permintaan maaf itu ada dalam skenario besar kepentingan politik.

Karena kita semua tahu, politik pada dasarnya adalah "seni berbohong" secara terstruktur dan massif dengan tujuan menarik simpati publik demi memenangkan suatu ajang kontestasi.

Banyak hal menarik dari soal permintaan maaf secara terbuka, baik yang dilakukan politisi, publik figur, atau para penguasa yang kemudian memunculkan simpati banyak pihak. Jika di negara lain, permintaan maaf atas kesalahan para politisi kemudian diiringi dengan pengunduran diri tanpa basa-basi, bahkan ada juga yang mengasingkan atau bahkan bunuh diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun