Parpol hanyalah sekadar kendaraan yang mengantarkan seseorang menuju kursi kekuasaan. Bahkan, setiap parpol selalu menyediakan kendaraan bagi siapapun yang mau "berbagi" jasa politik. Tak heran, jika banyak orang yang berganti kendaraan politik, atau mungkin tak mau menggunakannya sama sekali.
Ketika parpol sekadar dimanfaatkan sebagai "kendaraan" oleh mereka yang memiliki hasrat kekuasaan, wajar jika parpol bukanlah penentu utama dalam hal kekuasaan politik. Seseorang yang sudah memiliki modal politik cukup, Â tidak saja menjadi incaran parpol untuk dirangkul jelang ajang kontestasi, tetapi juga mempunyai efek elektabilitas yang tinggi di tengah masyarakat.
Fenomena parpol sebatas "kendaraan politik", diterjemahkan secara nyata oleh TGB Zainul Majdi. Mundurnya anggota Majelis Tinggi Demokrat ini dari partai yang mengantarkannya menjadi gubernur NTB, bukanlah hal yang mengejutkan. Justru, ini merupakan pukulan telak bagi Demokrat yang tak mendukung TGB untuk maju menjadi cawapres Jokowi.
Melihat dari peta politik yang ada, peluang Demokrat untuk tetap berada dalam lingkaran kekuasaan setelah SBY tak lagi menjabat presiden sangatlah besar. Jasa politik Demokrat tentu akan mendapatkan apresiasi penuh, jika seandainya nanti TGB dipilih Jokowi mendampinginya di ajang Pilpres mendatang.
Bagi saya, TGB adalah aset yang sepi dari berbagai isu negatif selama dirinya berkarir di politik. Figur merakyat, humanis, dan agamis yang melekat dalam pribadinya, justru modal sosial dirinya paling penting. Mengabaikan TGB dalam ajang kompetisi, sama saja dengan membuang modal sosial-politik yang sepenuhnya dimiliki Demokrat. Siapa yang mempunyai sosok berpengalaman secara karir politik sekaligus keagamaan dalam level nasional selain TGB? Tak ada satupun figur di internal Demokrat yang memiliki kelengkapan secara politik dan agama, kecuali ada dalam diri TGB.
Keputusannya mundur dari Demokrat, justru menjadi peluang besar bagi TGB untuk memperkuat posisi tawarnya di hadapan Jokowi. Jika memang figur cawapres Jokowi harus dari kalangan Islam yang moderat, maka peluang besar hanya ada di TGB, bukan kandidat lainnya. Sulit untuk tidak menyatakan, bahwa Jokowi yang tadi malam mengumpulkan para ketum parpol di Istana Bogor, telah menyepakati satu nama yang akan menjadi pendamping dirinya di ajang Pilpres nanti.
Siapa nama itu? Asumsi saya, nama cawapres kemungkinan bukan dari unsur parpol, tetapi justru figur diluar parpol yang memiliki pengalaman politik dan tentu saja berasal dari kalangan Islam.
Saya meyakini, mundurnya TGB dari Demokrat, terkait langsung dengan keberadaan dirinya yang diduga kuat dipilih Jokowi sebagai kandidat cawapres di ajang kontestasi politik nasional 2019. Salah satu alasan kuat, kenapa Jokowi memilih TGB, kemungkinan pada sisi elektabilitasnya yang cukup kuat diterima seluruh kalangan Islam.
Elektabilitas Jokowi dengan sendirinya akan semakin menanjak, jika cawapres pilihannya benar-benar cermin dari kalangan muslim yang moderat. Sebaliknya, Jokowi malah bisa saja terpuruk karena salah dalam memilih kandidat pendamping, terlebih sekadar tokoh parpol yang kurang mendapat tempat di benak rakyat.
Seandainya Demokrat sejak awal terus mengawal TGB maju menjadi cawapres, banyak keuntungan yang akan diperoleh parpol besutan SBY ini. Selain akan memperoleh jabatan-jabatan strategis dalam kekuasaan, anak emas SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan semakin menanjak karir politiknya dan mungkin saja berpeluang menjadi capres atau cawapres di pemilu 5 tahun berikutnya. Saat ini, Demokrat kehilangan kesempatan yang besar dalam kekuasaan, kecuali mampu membentuk poros baru berkoalisi dengan parpol lainnya dengan kesempatan yang relatif lebih kecil.
Langkah SBY yang terus ngotot agar AHY masuk bursa cawapres, justru semakin kehilangan momen pentingnya dalam hal kekuasaan. Alih-alih mendapat dukungan parpol, Demokrat seperti berjalan sendiri menghadapi dilema Piplres 2019 ini. Setelah kehilangan kader potensialnya, SBY malah kelelahan dan jatuh sakit, karena terus dipaksa berjibaku dengan kenyataan politik yang sulit menempatkan AHY dalam skenario kandidat pencapresan. Padahal, jika mau bersabar sedikit, dengan majunya TGB menjadi pendamping Jokowi dan memenangkan kontestasi, AHY sudah pasti akan masuk dalam bursa menteri dan meniti karir kepolitikannya dalam lingkaran kekuasaan.