Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kisah Si Jalu yang Dulu Pemalu

16 Juli 2018   11:05 Diperbarui: 16 Juli 2018   11:26 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah apakah ini masuk kategori cerita inspiratif atau sekadar deskriptif. Kisah ini diawali ketika suatu hari saya melihat kucing yang tak terurus, penuh dengan jamur dan scabies, bahkan hampir-hampir kedua matanya buta karena tak tampak melek sedikitpun. 

Kondisi kucing yang pesakitan seperti ini, seringkali menjadi lahan kegelian dan kejijikan banyak orang, jangankan untuk menyentuh apalagi menggendongnya, melihat ia diam di depan rumah kita saja rasa-rasanya ingin segera mengusirnya. Tak semua orang menyukai binatang, apalagi sekadar mengasihani memberinya makan. Sungguh mahluk Tuhan yang satu ini seringkali bernasib malang, padahal keberadaannya tak pernah mengganggu atau menyakiti orang.

Suatu pagi buta sehabis Subuh, saya melihat seekor kucing yang tertunduk lemah di pinggir jalan hampir tak ada suara ngeongan, pun ketika kita biasa melakukan panggilan agar kucing mau mendekat. 

Saya coba sodorkan segenggam makanan kering (dry food), ia hanya mampu mengendus-endus tanpa membuka sedikitpun kelopak matanya. Lalu, masya Allah, setelah diperhatikan banyak yang janggal dari keberadaan kucing ini, karena selain dipenuhi jamur dan kotor, ekor yang tak biasa karena bercabang, ternyata kedua kaki depannya hanya mengepal dengan jari tiga! Sungguh mahluk Tuhan yang malang dan lemah, tak mungkin ia bisa mengobari dirinya sendiri, kecuali uluran tangan manusia yang mengasihi.

Kebetulan istri saya adalah seorang Cat Lovers (CL) yang tak kesulitan memboyong kucing ini ke rumah untuk diobati dan diperlakukan sebagaimana layaknya sesama mahluk Tuhan. Oh iya, saya berinisiatif memberikan nama "si Jalu" karena kebetulan kucing ini berkelamin jantan dan memiliki jari telu (tiga). 

Ya, "Jalu" (jari telu) bukan semata-mata gelar yang diberikan karena kekurangan yang dimiliki, tetapi semoga "jalu" (kejantanan) dengan seluruh potensi yang dimilikinya mampu bertahan terhadap penyakit yang saat itu dirasakannya. 

Pertolongan pertama-tama yang kami lakukan adalah membeli obat khusus scabies kucing yang paling baik dan kami dapat memperolehnya di petshop yang juga menyediakan obat-obatan untuk binatang peliharaan.

Obat scabies ini memang tergolong cukup mahal, walaupun penggunaannya cukup sederhana hanya dituangkan atau dioleskan secara merata di tengkuk kucing sesuai takaran yang dianjurkan. 

Kami hanya butuh waktu beberapa hari saja untuk melihat perubahan terhadap kucing hasil reaksi obat scabies yang kami beli berdasarkan pengalaman pribadi. Lalu, dalam waktu 2 atau 3 hari, seluruh scabies yang menempel dan jamur yang mengerak seketika rontok, bahkan Jalu sedikit demi sedikit sudah kembali membuka matanya! Ya Allah, ternyata mata yang selalu tertutup itu bukan buta, tetapi karena ia tak sanggup membukanya karena lengketnya jamur yang menutupi area matanya.

Kami tentu saja bersyukur dan bergembira, karena Jalu mulai menunjukkan keceriaan dan tak lagi pemalu seperti dulu. Kucing yang kemungkinan baru berumur 5 bulan ini sudah dapat mengeong, lalu bermain-main layaknya kucing yang saya lihat di sekitar rumah. 

Setiap saya panggil namanya, kini ia sudah semakin akrab dengan suara yang memanggilnya dan seketika dari ujung gang ia berlari menuju arah sumber suara. Beberapa hari si Jalu memang tak pernah absen jika tiba waktu makan, namun beberapa hari waktu lalu, kami kehilangan si Jalu yang entah pergi kemana, hampir-hampir kami putus asa mencarinya.

Mungkin, ia dimiliki seseorang, sehingga setelah ia sembuh kembali kepada pemiliknya yang pertama. Beberapa hari kami tak bertemu Jalu hanya berharap, semoga ia benar-benar berada di tangan orang yang mau menyayangi dan mengasihi, ditengah kondisinya yang serba kurang, tidak sempurna layaknya kucing lainnya yang tampak normal. Di setiap kali kami memberi makan kucing-kucing di sekitar rumah, saya selalu berharap si Jalu muncul dan ikut menikmati santapannya bersama mereka.

Hampir satu minggu berlalu, kami tak juga bertemu dengan si Jalu, walaupun harapan saya besar semoga Jalu bisa bertahan hidup di luar sana. Bahkan dengan harapan yang sangat besar, semoga ada seseorang yang mau merawatnya karena keadaannya yang belum sama sekali sembuh total dan kembali sempurna. 

Bahkan, kami sempat beranggapan, karena memang watak kucing liar yang nomaden hidupnya, tak pernah berpikir sedikitpun jika si Jalu memang sengaja dibuang orang lain karena kondisinya yang tampak menjijikkan belum sepenuhnya sehat secara sempurna.

Hari Minggu kemarin saya berolahraga, sekadar berjalan-jalan santai menelusuri setiap jalan komplek yang tampak asri ditumbuhi rimbunan pepohonan di kanan-kiri jalannya. Hampir satu jam kami berjalan dan sesekali duduk sekadar meregangkan otot kaki karena jarang sekali berlari. 

Namun pagi itu, kami sengaja memutar lebih jauh tak melewati rute biasanya saat sesekali berolah raga. Entah ide siapa, namun kami merasa ingin mencoba hal baru berputar arah lebih jauh seraya melihat suasana berbeda dari biasanya. Rute yang kami lewati ini harus keluar komplek mengitari seperempat jalan raya untuk sampai kembali ke tempat semula.

Rute yang tak biasa ini, memang sedikit becek bahkan dipenuhi alang-alang tinggi dan beberapa tempat pembakaran sampah yang tampak tak lagi asri seperti pemandangan di sepanjang jalan komplek. Sesampainya kami melewati tempat pembakaran sampah, tiba-tiba muncul seekor kucing yang tampak lusuh, lalu menggesek-gesekan tubuhnya di kaki dengan mengeluarkan suara yang terdengar lirih. 

Kami perhatikan dengan seksama, dan ternyata itu si Jalu! Kami hampir tak bisa mengenalinya kecuali dari jari kaki depannya yang hanya berjumlah tiga! Tanpa berpikir panjang, istriku menggendongnya dan membawanya pulang. Anehnya, tak ada rintihan atau upaya memberontak ketika kucing liar ini kami gendong. Yang tampak hanya kegembiraan yang terbersit dari mimik si Jalu dan nyaman dalam dekapan kami.

Entah apakah ini takdir Tuhan yang mempertemukan kembali Jalu denga kami, ataukah memang kebetulan. Tapi kami meyakini, mungkin kucingpun berdoa ditengah kesusahan hidupnya agar dipertemukan kembali dengan seseorang yang dulu pernah menolongnya. Padahal, jarak rumah kami dengan lokasi ditemukan si Jalu hampir 2 KM dengan jalan yang berliku-liku. 

Setiap mahluk Tuhan yang tidak berakal sekalipun, selalu bermohon kepada sang Penciptanya yang mungkin kita tak pernah menyadari dan mengetahuinya. Semoga si Jalu yang kini diketemukan, bernasib lebih baik dan sama dengan kucing-kucing lainnya yang senantiasa bersahabat dengan manusia. Semoga tak lagi dikucilkan orang, YaJamalu, eh YaJalu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun