Tommy adalah pengusaha sukses dan bagian dari elit Cendana yang tak bisa diremehkan, sedangkan Priyo dan Titiek jelas politisi kawakan yang sangat berpengalaman dalam pengelola sebuah partai profesional, terlebih mereka dibesarkan oleh Golkar. Menyebrangnya Titiek ke Berkarya bukanlah hal mudah, kecuali karena panggilan politik dirinya untuk melanggengkan trah kepemimpinan Soeharto ditengah instabilitas politik belakangan ini.
Indonesia tentu saja masih mengantut sistem tradisionalisme politik, dimana keberadaan parpol harus didukung oleh akar rumput para pemuja tokoh-tokoh kharismatis, bukan semata tergantung pada sistem politik yang dibuatnya.Â
Besarnya PDIP jelas karena figur Soekarno dan ajaran-ajarannya, atau SBY kuat menjadi figur kharismatis partai Demokrat, bahkan keberadaannya di parpol ini merupakan kunci utama kelanggengan partai. Bahkan PKB-pun sepertinya kental dengan nuansa Gus Dur dan kiai NU-nya, sehingga tetap bertahan menjadi parpol hingga detik ini. Itulah kenapa, partai Berkarya tampak bersemangat menghidupkan kembali kharismatisme Soeharto sebagai figur sentral dalam kekuatan sebuah parpol.
Saya justru melihat terdapat peluang yang besar bagi partai Berkarya, membuat panggung politik baru dengan membawa nama besar Soeharto kembali dalam kancah kekuasaan. Banyak orang yang mulai lupa dengan segala kesalahan yang pernah dibuat penguasa Orde Baru ini, tertutup oleh isu-isu politik yang sarat konflik, berdampak pada kondisi ekonomi yang tak kunjung stabil dan gagal  mendongkrak kesejahteraan masyarakat.Â
Konflik kaum elitis yang ada di puncak kekuasaan lambat laun membuat rakyat muak yang pada akhirnya mereka akan lebih mengejar stabilitas sebagaimana dirasakan masa Orde Baru yang telah lalu. Pilihan pada partai Berkarya akan sangat masuk akal, ditengah konflik elitis yang semakin menajam dan membabi buta.
Saya kira, masyarakat butuh stabilitas dalam hal politik apalagi ekonomi yang tentu saja hanya mampu dijalankan penguasa. Munculnya konflik horizontal dengan maraknya pertentangan antarkelompok dalam masyarakat, bahkan sudah mendekati SARA, sekaligus konflik vertikal yang terjadi antara oposisi dan penguasa yang sudah sangat jauh melampaui konflik kekuasaan itu sendiri, merupakan contoh instabilitas yang mau tak mau harus diakui.Â
Kemunculan parpol baru, kebanyakan dilihat sebagai ruang "perpanjangan tangan" penguasa saja, jika tidak, maka sulit sebuah parpol diterima masyarakat---baca penguasa. Partai Idaman adalah contoh nyata parpol yang ditolak dan Partai Berkarya adalah fenomena baru sebagai parpol oposisi yang mendapat tempat di masyarakat, termasuk didukung oleh sebagian elit politiknya dalam lingkar kekuasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H