Politik yang sehat, justru bersikap kompetitif, karena kawan atau lawan politik, sesungguhnya sama-sama sedang berkompetisi memenangkan hati rakyat, memikirkan sekian banyak persoalan bangsa dan berupaya membangun solusinya. Sulit sekali rasanya "menyehatkan" politik, jika antara kubu yang saling berseberangan seperti saling menjatuhkan, tak ada sama sekali rasa kebersamaan untuk memikirkan kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.
Elit parpol pendukung salah satu kubu, seperti tak suka dengan keberadaan pihak lawan politik yang dengan khusyuk menjalankan ibadah umrah, lalu menyangkutpautkan keberadaan mereka dengan urusan-urusan politik. Jika soal urusan politik kebangsaan yang dimaknai dengan memperteguh kebersamaan yang dilakukan antarkelompok, aktor, atau kekuatan politik lain demi penyelesaian persoalan-persoalan kebangsaan, justru hal yang sangat wajar.Â
Kemunculan "koalisi keummatan" hasil dari umrah Ramadan yang diinisiasi para pemimpin politik, jangan disikapi secara panik atau berlebihan oleh mereka yang berseberangan, tetapi patut diapresiasi bahwa ikatan-ikatan politik justru diisi oleh nilai-nilai keagamaan yang pasti bertujuan mulia.
Jadikanlah momen kompetisi politik nasional sebagai forum rembug yang tetap mengedepankan etika politik, tanpa harus ditunjukkan oleh sekumpulan narasi negatif yang bertebaran di tengah publik, membuat seolah-olah apa yang dilakukan pihak lawan politik adalah salah.Â
Justru seharusnya, momen umrah bisa saja dijadikan ajang silaturrahim seluruh elemen elit politik, baik yang pro maupun kontra, secara bersama-sama membahas isu-isu kepentingan bangsa. Sebagai negara mayoritas muslim, tentu saja nilai religiusitas harus tetap menjadi "jiwa" dalam seluruh aktivitas politik, sehingga politik lebih bermakna positif karena terdapat wajah religius didalamnya.
Tak ada yang salah dengan umrah Ramadan, terlebih dilakukan oleh para elit politik yang kebetulan mendiskusikan soal-soal kebangsaan dan isu-isu kepolitikan nasional. Justru ketika di Tanah Air sulit melakukan penjajakan-penjajakan karena diliputi oleh aura duniawiyah yang kental---entah emosi, pertentangan, atau pengaruh isu-isu lain---maka Tanah Suci pilihan paling tepat untuk "membersihkan" anasir-anasir hasrat politik-kekuasaan digantikan dengan mencari solusi nyata tentang persoalan-persoalan kebangsaan yang lebih besar.Â
Koalisi Keummatan---atau apapun namanya---semata-mata lahir sebagai gerakan politik kebangsaan yang peduli terhadap banyak hal, terutama bagaimana memajukan, memberikan harapan, sekaligus menawarkan solusi bagaimana seharusnya bangsa ini menyongsong setiap perubahan. Masihkah ini disebut kepanikan? Lalu, siapa sesungguhnya yang panik? Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H