Suka atau tidak, Rizieq memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kancah perpolitikan tanah air. Bagi saya, Rizieq bukanlah orang biasa, melihat dari beragam latar belakang tamunya yang berkunjung ke tempat kediamannya. Bahkan, utusan istana secara khusus, seperti Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kepala BIN, Jenderal Budi Gunawan pernah secara pribadi bertemu dengan Rizieq ketika dirinya berada di Mekah, Arab Saudi.
Saat ini nama Rizieq masuk dalam bursa capres versi PA 212 yang direkomendasikan bersama deretan nama lainnya yang cukup kompeten maju sebagai capres di tahun 2019. Walaupun disangsikan banyak parpol karena Rizieq tak diusung kekuatan parpol manapun, namun paling tidak, Rizieq dan para pendukungnya cukup diperhitungkan dalam kancah politik.Â
Buktinya, PA 212 juga diakui sebagai kekuatan politik yang seringkali disambangi para politisi, bahkan Istana sempat memanggil mereka untuk sekadar membicarakan persoalan-persoalan bangsa dan negara. Diakui maupun tidak, memandang sebelah mata soal kekuatan politik ini, bisa jadi sebuah "kesalahan politik" yang dapat merugikan diri sendiri.
Saat ini, Rizieq Syihab mulai diperhitungkan banyak pihak terlepas dari beragam kasus hukum yang sejauh ini membelitnya. Satu persatu para seteru politiknya mulai "mendekati" dirinya agar dapat bersinergi atau paling tidak mampu mendompleng sekadar memperkuat barisan kekuatan politiknya jelang Pilpres mendatang. Rizieq juga tak akan gegabah untuk begitu saja mencalonkan diri sebagai pilpres, sebelum ada "kepastian" dukungan dari kekuatan-kekuatan resmi partai politik.Â
Mereka bukanlah sekelompok orang biasa yang tak paham soal usung-mengusung kandidat atau sekumpulan orang yang dengan sadar membuat manuver-menuver kontroversial ditengah masyarakat. Rizieq tetaplah warga negara dengan segala kekurangan dan kelebihannya, berhak dicalonkan oleh kelompok mana saja sebagai capres atau cawapres sesuai hitungan politik.
Justru saya kira, di akhir-akhir masa penjaringan capres dan cawapres, kemungkinan besar akan muncul nama-nama kandidat yang justru sebelumnya tak pernah dibayangkan.
Sejauh ini, publik hanya disandingkan oleh opini kuat soal satu atau dua kandidat yang itupun hanya beredar dikalangan para elit partai politik. Kalaupun muncul beberapa kandidat lain, itupun karena jasa lembaga survei yang sengaja mempublikasikannya sesuai "permintaan" dan mungkin saja alasan "dukungan".Â
Pada akhirnya, Pilpres merupakan wadah penyerap aspirasi masyarakat secara adil, karena hanya rakyatlah yang paling menentukan pada saatnya nanti di bilik-bilik suara. Siapapun kandidatnya, tak ada yang tak mungkin menjadi pihak pemenang atau pecundang. Politik seharusnya memang lebih dinamis, serba memungkinkan, bukan malah alergi terhadap setiap kompetisi seakan tak menerima jika jagoannya mulai dipecundangi lawan.
Sehatlah berpolitik!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H