Tuhan tentu saja mengutuk setan dan segala perbuatan yang dikaitkan manusia dengan  merujuk pada nafsu amarah yang berasal dari setan. Tidak ada aksi terorisme yang tidak didasari oleh nafsu amarah, apalagi mereka mengklaim sebagai bentuk jihad, karena jelas itu hanyalah kamuflase atas suatu kesesatan yang nyata tetapi ditutupi dengan dalih kebenaran agama. Jihad paling besar dalam hidup, justru melawan dan mengendalikan hawa nafsu dari dorongan amarah membabi buta, bukan mengumbarnya sebagaimana ajakan setan.
Kejadian peledakkan bom bunuh diri di beberapa gereja di Surabaya, siapapun pelakunya, jelas merupakan penyimpangan yang tak dibenarkan oleh seluruh ajaran agama manapun. Rasa kebencian yang tertanam dalam hati dan pikiran mereka, jelas menutupi seluruh hal kebaikan sehingga mendorong nafsu amarah melakukan hal-hal yang merusak dan merugikan orang lain.Â
Bukan suatu kebetulan, maraknya ujaran kebencian yang selama ini muncul di ruang-ruang publik---saya kira---cukup berpengaruh dalam memperteguh nafsu amarah, sehingga aksi-aksi kekerasan hingga terorisme justru mudah muncul ke permukaan.
Bukan tidak mungkin, selepas kejadian serangkaian bom di beberapa gereja ini, muncul serangkaian informasi di media sosial yang terus memprovokasi pihak-pihak tertentu yang sengaja menciptakan emosi dan amarah baru di ruang publik. Hal ini tentu sangat disayangkan, sehingga dipastikan, upaya deradikalisasi sejauh ini yang digalakan pemerintah justru menuai kegagalan dalam banyak hal.Â
Upaya deradikalisasi, hanya mampu menyentuh pihak-pihak atau kalangan tertentu, kurang aplikatif, tidak tepat sasaran, bahkan terkesan hanya sukses di hilir tetapi tak pernah menyentuh hulu-nya sama sekali.Â
Deradikalisasi, seharusnya mampu mengedepankan pendekatan kemanusiaan, pro aktif, persuasif, dan tidak terkesan "tebang pilih", sehingga secara sporadis mampu menyasar semua kalangan, bahkan merambah dari mulai hulu hingga ke hilir.
Kasus peledakan bom yang terjadi di beberapa gereja di Surabaya, cukup membangkitkan amarah banyak pihak, bahkan kemarahan tampak menghiasi beragam lini media, terutama media sosial. Siapa yang tidak marah, ketika kebrutalan merajalela?Â
Apalagi sengaja mendiskreditkan bahkan mengadu domba antaragama? Wajar ketika kemarahan seperti meluap-luap, hanya saja tentu kita harus menahan diri agar tidak juga terpancing untuk ikut-ikutan menciptakan kebencian, permusuhan yang justru lebih mudah mendorong nafsu amarah terhadap hal lain yang lebih membahayakan dan merusak. Kemarahan, kebencian, dan permusuhan adalah pintu masuk yang sangat mudah untuk ditanamkan paham-paham radikal yang dalam tahap tertentu mudah sekali mengarahkan orang untuk melakukan aksi-aksi terorisme secara brutal.
Jangan sampai slogan, "Kami Tidak Takut Terorisme", sekadar ramai dalam ruang media sosial, tetapi miskin aksi dengan menciptakan nuansa perdamaian, memperkuat ikatan-ikatan solidaritas, melalui upaya nyata deradikalisasi.Â
Mengutuk, marah, atau menghujat yang dialamatkan pada setiap aksi terorisme tak akan serta merta menutup aksi-aksi brutal tersebut, tanpa upaya deradikalisasi secara lebih persuasif dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.Â
Negara tentu saja paling bertanggungjawab dan harus mengungkap seterang-terangnya segala hal yang terkait dengan serangkaian aksi teror tersebut, bukan sekadar mempopulerkan tagar.Â