Saya justru membayangkan, ketika HRS tak kunjung pulang, betapa para pengikutnya semakin kehilangan arah, bak anak ayam kehilangan induknya, diombang-ambing tanpa arah yang jelas kemana tujuan-tujuan "kepolitikan" mereka. Yang paling disesalkan, sudah berapa biaya yang dikeluarkan oleh mereka yang dengan suka rela mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kedatangan sang imam besarnya, kembali ke pangkuan mereka.Â
Bukankah jika sebuah organisasi tanpa pemimpin itu akan pincang? Terlebih sosok HRS di FPI adalah pucuk tertinggi dari sebuah ormas yang bersifat nasional, memiliki cabang-cabang yang hadir di setiap sudut Nusantara. Apakah ini juga yang kemudian menjadi alasan bahwa ormas ini lambat-laun akan membubarkan diri? "Bib, pulanglah"! Kata ini terus menggema, tidak saja disebut oleh pendukungnya, tetapi juga oleh mereka yang selama ini kontra terhadap dirinya.
Saya sedikit berasumsi, barangkali soal isu keamanan yang menjadi ganjalan HRS yang tak kunjung pulang ke negerinya sendiri. Padahal, seorang ulama akan lebih banyak merasa takut kepada Tuhannya, dibanding ketakutan dirinya kepada hal yang lain. "Innama yakhsyallahu min 'ibadihi al-'ulamaa" (Sesungguhnya orang yang paling takut kepada Allah diantara sekian banyak hamba-Nya, hanyalah para ulama), demikian penggalan ayat suci Al-Quran, surat Faathir: 28.Â
Ulama, bukan saja memiliki kedudukan istimewa disisi Tuhan, karena keilmuannya yang sedemikian tinggi, sehingga membawa dirinya selalu merasa takut hanya kepada Tuhannya, bukan yang lain. Tak perlu ada yang dikhawatirkan dari negeri teraman di dunia ini, walaupun seaman-amannya di negeri orang, pasti lebih nyaman di negeri sendiri. Tak perlu ada yang dikhawatirkan apalagi ditakuti, karena ulama lebih takut kepada sang Maha Pencipta, bukan kepada yang diciptakan-Nya.