Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ade Armando dan Anggapan atas Komunikasi yang "Bebas Nilai"

7 Januari 2018   09:49 Diperbarui: 8 Januari 2018   02:20 1941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sulit untuk tidak mengatakan, bahwa beberapa pernyataan yang terangkum dalam akun media sosial milik Ade Armando seringkali bermasalah karena menyinggung beberapa pihak tertentu, terutama sebagian kelompok umat muslim. 

Paling tidak, berbagai pernyataan dirinya yang diunggah di media sosial, tidak saja menyulut kontroversi si ranah publik, namun lebih jauh dari itu, menggugah kebencian dari berbagai pihak. 

Entah apa yang menjadi alasan dosen salah satu universitas ternama di Indonesia ini, padahal dengan latar belakang dirinya sebagai dosen ilmu komunikasi, tentu saja memahami secara baik, bagaimana semestinya sebuah komunikasi dijalankan dalam rangka menyampaikan pesan secara baik dan benar.

Komunikasi, tentu saja dalam banyak hal melibatkan dua belah pihak dalam suatu interaksi, dimana sebuah pesan dalam bentuk lambang-lambang memang ditujukan kepada pihak-pihak tertentu, agar memahami apa yang dimaksudkan oleh si komunikan tersebut. 

Komunikasi tentu saja merupakan bagian dari kegiatan manusia yang teramat penting, karena hampir seluruh perkembangan kehidupan manusia, baik dalam soal agama, budaya, dan peradaban---tanpa sadar atau dengan kesadaran---terbangun melalui kegiatan yang disebut "komunikasi". Karena komunikasi melibatkan kegiatan kemanusiaan, maka sudah pasti ia berada dalam wilayah hukum moral yang tak bebas nilai, sehingga nilai baik atau buruk sebuah komunikasi berlaku didalamnya.

Saya kira, ketika suatu aktivitas sosial itu dijalankan, maka tak ada satupun yang bebas nilai, termasuk dalam hal mengemas suatu komunikasi di ranah publik. Hukum moral yang mengikat seluruh aktivitas kemanusiaan, sudah barang tentu memberikan penilaian "baik" dan "buruk" terhadap seluruh aktivitas apapun, termasuk berkomunikasi.

Terlebih di Indonesia, sudah diterapkan aturan-aturan hukum positif yang mengatur, membatasi, bahkan memberi sangsi hukum terhadap kegiatan komunikasi yang mengandung muatan kebencian atau merugikan pihak lain. Karena sangsi sosial saja dirasa tidak cukup, maka sangsi hukum dirasa dapat memberikan efek jera terhadap siapapun yang melanggar batas-batas "nilai" dari sebuah iklim berkomunikasi.

Baru-baru ini, kasus Ade Armando yang dianggap telah melecehkan agama Islam, melalui unggahannya yang mendiskreditkan para ulama dan kritiknya atas hadis Nabi Muhammad yang tidak seluruhnya mencerminkan perkataan dan perbuatan Nabi, merupakan contoh dari sebuah komunikasi yang dianggapnya "bebas nilai", tak terkait hukum moral dan bahkan tak ada kaitannya dengan aspek hukum yang secara tegas melarang unggahan yang bernuansa provokatif dan mengandung unsur-unsur kebencian kepada masyarakat. 

Padahal, ketika sebuah pernyataan itu dirasa "mengganggu" pihak lain, berarti sebuah pernyataan tersebut dapat berimplikasi secara hukum, baik hukum moral maupun hukum positif. Namun yang pasti, sebuah "pesan" yang disampaikan dalam sebuah komunikasi tentu dinilai berhasil, jika timbul "reaksi" dari pihak yang dituju sebagai "objek" dari komunikasi tersebut.

Melihat kepada "objek" yang dikomunikasikan oleh Ade Armando yang menuai kritikan dari berbagai pihak, memang terkait langsung dengan kenyataan ulama dan agama Islam. 

Disaat sebagian ulama yang berlatar belakang "garis keras" menolak mengucapkan "selamat natal" yang didasarkan atas peristiwa-peristiwa yang terekam dalam beberapa hadis Nabi Muhammad, Ade malah terkesan "nyinyir" bahkan membuat pernyataan yang terkesan "melecehkan" para ulama yang mempersoalkan ucapan "selamat natal", sekaligus mengomentari salah satu pedoman hukum ajaran Islam kedua, yaitu hadis yang berasal dari Nabi Muhammad SAW.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun