Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membelah Suara "Nahdliyin" melalui Pilkada Jawa Timur

3 Januari 2018   14:10 Diperbarui: 4 Januari 2018   13:04 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Pasangan Prabowo-Yenny bisa saja menjadi kenyataan, dan lagi-lagi, sanggup membelah pada akhirnya suara warga nahdliyin. Gerindra rasanya menyayangkan, jika Yenny tidak lolos dalam bursa pencalonan cagub di Jatim kali ini, karena ini terkait dengan bagian proyeksi terkait Pilpres 2019 mendatang. Gerindra masih butuh figur kuat yang dapat mendulang suara, memperkuat image politik, sebagaimana hal ini ditemukan pada sosok Yenny Wahid.

Soal "kecocokan" Yenny dengan Prabowo-pun, tampak dalam suasana yang begitu cair yang diperlihatkan dirinya saat pertemuannya dengan mantan Danjen Kopasus itu. Beberapa caption di akun instagram pribadinya jelas menggambarkan betapa pertemuan tersebut merupakan pertemuan istimewa yang disebut oleh Yenny sebagai pertemuan dua sahabat lama. 

Apalagi, Prabowo memang pernah memiliki kedekatan dengan Gus Dur, bahkan seringkali meminta nasehat dan berdiskusi dengan beliau. Yenny dengan sangat terbuka bahkan mengungkapkan, bahwa Prabowo-lah yang memperkenalkan Dhohir Farisi, seorang politisi Gerindra yang saat ini telah menjadi ayah bagi anak-anaknya.

Saya beranggapan, terbelahnya suara warga nahdliyin pada Pilkada Jatim kali ini akan berdampak serius pada akhirnya, terhadap perhelatan kontestasi politik nasional mendatang. Saat ini saja, suara "NU kultural" nampaknya terbagi dua, ada yang memang menjadi kekuatan politik pendukung Jokowi dan disisi lain, memang berada dibelakang lokomotif politik pendukung Prabowo. 

Sudah sejak lama, suara NU memang selalu "sexy" diperebutkan banyak kontestan politik, tidak sekadar di aras lokal, tetapi berlaku hingga kontestasi politik nasional. Yang lebih menarik, suara-suara NU malah dipecah-belah oleh kader internalnya sendiri sebagaimana bentuk nyatanya dapat dilihat pada konteks Pilkada Jatim saat ini.

Membelah suara NU memang serasa sangat mudah, karena komposisi akar rumputnya yang cenderung masih "tradisionalis" secara politik, di mana ketokohan atau figur---terlebih memiliki trah ke-NU-an---masih sangat mungkin dalam mengarahkan pilihan-pilihan politik warga NU. 

Saya kira, kemunculan nama Yenny Wahid di Pilkada Jatim yang sedang digelorakan oleh Prabowo, bisa saja dalam rangka membangun image politik dengan tujuan jangka panjang: Prabowo sedang menjadi kingmaker untuk meloloskan calon alternatif di Pilpres 2019, atau dirinya memang sedang mencari figur yang kuat sebagai pendampingnya, jika nanti "nyapres" untuk kedua kalinya.

Pilkada serentak 2018, sepertinya menjadi pertaruhan hampir seluruh kekuatan politik, guna menyongsong kontestasi politik nasional mendatang. Semua wilayah potensial, sepertinya menjadi ajang palagan kompetisi dua kekuatan politik besar yang saling berebut pengaruh, terutama dalam menggalang simpul-simpul kekuasaan. 

Tak aneh, jika kemudian beragam strategi politik mulai dijalankan, entah itu merangkul, memukul, memecah-belah, pengkhianatan, hingga maraknya isu-isu miring yang mencoba meruntuhkan image politik masing-masing. Yenny, bisa saja menjadi vote-getter bagi NU, yang nantinya "membelah" suara mereka ditengah dua aras kekuatan besar politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun