Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama FEATURED

Menakar Isu Kepulangan Rizieq Shihab

29 November 2017   11:59 Diperbarui: 5 Mei 2018   11:53 5776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Habib RIzieq Shihab| (Kompas.Com / Garry Andrew Lotulung)

Semua mata tertuju pada informasi bahwa Habib Rizieq Shihab (HRS) dikabarkan pulang ke tanah air. Tak hanya bagi pihak berperkara, kepolisian nampaknya sudah jauh-jauh hari menanti kedatangan aktor utama gerakan Aksi 212 ini. Entah kenapa, Rizieq dinantikan bak buronan kelas kakap, yang siap-siap ditangkap dan tidak boleh lepas lagi. 

Barangkali tak jauh beda, dengan kondisi buron para pengemplang pajak, yang dicari-cari hingga ke luar negeri dan ketika ditangkap atau berada di tanah air, drama penangkapan yang begitu heroik pada akhirnya menjadi headline di media-media besar, walaupun tak jelas bagaimana kelanjutannya. Entah berapa banyak kasus yang menjerat HRS, dari mulai soal penghinaan lambang negara, ujaran kebencian, sampai soal pornografi dituduhkan pada Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) ini.

Sulit untuk tidak mengatakan, kasus yang mendera HRS lebih besar muatan politiknya, sehingga tidak berlebihan kiranya, jika HRS disebut sebagai "buronan politik". Aksi-aksi politik HRS di Tanah Air, banyak berpengaruh bahkan menimbulkan "dendam kesumat" luar biasa yang dipersepsikan oleh para penentangnya. Sebuah kasus hukum yang diiringi oleh beban muatan politik yang terlampau besar, sulit kiranya memandang "jernih" pada setiap proses hukum itu sendiri. Hal inilah saya kira, yang membuat HRS kemudian "bersembunyi" dari segala macam "beban politik" dirinya yang dipersepsikan banyak pihak sebagai proses "hukum murni" yang disangkakan kepadanya.  

Isu yang beredar kuat di tengah masyarakat, HRS selama ini "bersembunyi" di Tanah Suci yang dibuktikan oleh beberapa fotonya bersama koleganya ketika ibadah umroh, atau rekaman pidatonya di berbagai acara keagamaan tertentu terkait dengan berbagai gerakan "Islam politik". Namun, apakah ada yang benar-benar membuktikan selama ini bahwa HRS benar-benar di Arab Saudi? 

Padahal, ditengah reformasi besar-besaran oleh Muhammad bin Salman As-Saud, sulit untuk bisa menjelaskan bahwa keberadaan HRS selama ini di sana tak sedikitpun mengalami kendala, terutama soal waktu berkunjung yang seharusnya lewat tenggat waktunya. Kepulangan dirinya-pun pasti akan bermasalah, jika masih menggunakan visa yang kadaluarsa, misalnya. Lalu, masih yakin HRS berada di Arab Saudi? Kalau saya pribadi tidak yakin.

Benar ketika pihak Polda Metro Jaya menyatakan jangan berandai-andai soal isu kepulangan HRS, karena memang HRS tidak pernah kemana-mana dan masih ada di Indonesia. Jika berandai-andai itu tandanya informasi seputar keberadaan HRS yang tiba-tiba raib tidak sepenuhnya diketahui publik. Lagi pula, tokoh sekaliber HRS sudah dipastikan memiliki banyak "pelindung" yang kadang sulit dicerna akal sehat. 

Anda boleh percaya ataupun tidak, namun yang pasti, tak ada seorangpun yang berhasil mengendus keberadaan HRS, baik di Indonesia, apalagi disebut berada di luar negeri. Semua hal terkait dengan keberadaan HRS hanya sebatas isu yang sangat mudah sekali ditepis, termasuk isu pihak kepolisian yang memeriksa HRS di Mekkah, Arab Saudi, beberapa bulan yang lalu. Kalau memang sudah bertemu, kenapa tidak ada buktinya? Foto-fotonya? Apalagi pihak kepolisian bisa langsung membawa pulang HRS, jika benar-benar dia pada waktu itu berada disana.

Sosok satu ini memang "misteri", karena keberadaannya sejauh ini tak pernah ada yang secara meyakinkan menginformasikan keberadaannya. Isu yang menggelikan bahkan muncul, bahwa tim penjemput HRS yang berasal dari panitia alumni 212 sudah berangkat menjemput dirinya. 

Yang jadi persoalan, menjemput ke mana? Informasi yang beredar di media adalah pernyataan pengacara HRS, Kapitra Ampera yang telah memberangkatkan tim penjemput HRS yang dipimpin Ketua Umum DPP FPI, Sobri Lubis ke Arab Saudi. Loh, kenapa mesti dijemput? Bukannya HRS bisa pulang sendiri jika seandainya dirinya di luar negeri? Saya kira, pihak intelijen dengan segala teknologi canggihnya mudah saja menemukan keberadaan seseorang, berbeda dengan HRS yang benar-benar "dilindungi".

Saya sendiri menyangsikan jika seandainya HRS berada di Arab Saudi, karena terkait dengan upaya reformasi yang dijalankan di Tanah Haram itu, tentunya akan berdampak pada keberadaan dirinya jika benar-benar melewati batas izin tinggal. Jangankan soal HRS, ada seorang Yahudi yang berfoto di Masjid Nabawi saja sontak jadi perhatian pihak berwenang Arab Saudi. 

Ini menunjukkan, Arab Saudi benar-benar telah mengetatkan banyak peraturan, termasuk "mengusir" para ulama berpaham konservatif dan menggantinya dengan ulama berpandangan moderat. Saya kira agak sulit, jika keberadaan HRS yang "bermasalah" lalu dibiarkan oleh otoritas kerajaan Arab Saudi ditengah menguatnya reformasi yang terus digenjot Pangeran Salman.

Soal isu kedatangannya di acara Reuni 212, saya sedikit menyangsikan HRS akan hadir, mengingat belum semua "beban politik" dirinya tergadaikan. Jikapun HRS hadir, dirinya hanya akan diwakili oleh rekaman suara yang tak pernah sedikitpun diketahui, di mana asal suara rekaman tersebut dibuat. Isu ramainya soal kehadiran HRS di acara Reuni 212 sekaligus peringatan Maulid Nabi Muhammad sepertinya tetap menjadi misteri yang tak mungkin kita berandai-andai. 

Saya kira, beberapa kali isu soal kehadiran HRS dalam berbagai kegiatan keagamaan ternyata tak pernah terbukti, karena tim pelobi yang dikirim pengacara HRS juga nampaknya tak mampu meyakinkan dirinya untuk hadir. Padahal, kasus HRS termasuk dalam kategori "penyidikan perkara mudah" bukan sesuatu yang sulit. Apakah HRS sengaja mengulur waktu agar segala kasusnya kemudian kadaluarsa secara hukum? Bisa jadi, karena setiap kasus bermuatan politik, pada akhirnya selesai karena dilupakan publik atau masing-masing pihak berdamai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun