Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Santri-Kota dan Luruhnya Idealisme "Kesantrian"

20 Oktober 2017   14:27 Diperbarui: 22 Oktober 2017   12:05 2293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kompas.com

Perubahan nilai-nilai dari luar yang dibawa oleh santri kota semestinya tidak serta merta memberangus identitas "kesantrian" yang telah lama hidup dalam lingkup pesantren, apalagi yang terlihat justru "mendikte" pesantren dan para pimpinannya untuk terlibat secara aktif dalam hal dukungan politik. Memang tak ada larangan bagi siapapun atau kelompok manapun dalam hal partisipasi politik, hanya saja sangat disayangkan jika pada akhirnya pesantren dan para kiai hanya dijadikan "alat politik" hanya sekadar tujuan kekuasaan sesaat.

Jika dulu pesantren dijadikan tempat berkumpulnya para kiai untuk menentukan arah perjuangan kemerdekaan bangsa dan perbaikan kualitas keumatan, maka tidak salah jika belakangan pesantren justru kehilangan "muru'ah" (penjaga nilai-nilai moralitas-kejujuran) kesantriannya dan jatuh dalam kubangan duniawiyah demi kepentingan politik sesaat. Jatim yang disebut merupakan wilayah pesantren, justru dimanfaatkan sebagai momentum kontestasi politik yang pada akhirnya, membuat dua kandidatnya yang santri, "membelah" pesantren menjadi basis dukungan politik yang saling berhadapan. 

Disinilah "godaan politik" yang semakin mengaburkan nilai-nilai identitas kesantrian yang tercerabut dari akar tradisionalismenya. Sebuah gambaran yang sangat kontras, ditengah euforia jelang Hari Santri Nasional yang merefleksikan penguatan nilai-nilai tradisi kesantrian, tetapi pesantren dan para pemimpinnya justru asyik "berburu" dukungan demi tujuan kekuasaan politik.             

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun