Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Radikalisme" Kiai di Pilgub Jawa Timur 2018

9 Oktober 2017   13:04 Diperbarui: 9 Oktober 2017   13:21 2115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menitipkan aspirasi politik kepada Presiden untuk Khofifah, padahal masih ada calon lain yang juga "kental" ke-NU-annya, seperti Syaifullah Yusuf, paling tidak menunjukkan fakta "radikalisme" para kiai pada Pilgub Jatim kali ini. Lucunya, disaat para kiai yang dominan laki-laki menyatakan dukungannya kepada Khofifah, ditempat yang sama sebelum Presiden Jokowi berkunjung, justru para Nyai (istri para kiai) membuat deklarasi terbuka mendukung Gus Ipul---nama trah NU Syaifullah Yusuf---yang digelar di salah satu pesantren milik pendiri NU yang kharismatis, Kiai Cholil Bangkalan.

 Politik di lingkungan masyarakat pesantren yang tradisional, ternyata tak hanya menjadi klaim para kiai, tetapi juga para istri mereka meskipun berbeda dalam hal dukungan politik. Apakah para Nyai ini juga sedang mengalami "radikalisasi" karena memilih laki-laki? Saya kira anda mudah menjawabnya, jika dikaitkan dengan kajian yurisprudensi Islam.

Dalam hal ini, saya tidak memberikan kesan "radikal" yang sejauh ini selalu dikonotasikan negatif oleh banyak pihak. Radikalisme para kiai berarti jelas, keluar dari diktum fiqh tradisional sekaligus berada di luar jalur mainstream umat muslim yang masih mempertanyakan soal kepemimpinan perempuan, walaupun dalam hal kepemimpinan politik yang diurus secara kolegial, seorang perempuan dengan kapasitas dan kapabilitas memimpin, tentu saja bukan masalah. 

Politik jelas bukan milik "kaum laki-laki" saja, tetapi kenyataan manusia yang semakin plural dan multikultural, semakin membuka lebih luas partisipasi politik tanpa memandang gender apalagi status sosial. Namun jika kiai berpolitik dan mendukung perempuan, ditengah para "nyai" yang justru mendukung kepemimpinan laki-laki, bukankah ini masuk dalam kategori bias gender? Apakah ini bentuk dukungan perempuan agar laki-laki tidak "berpoligami" dalam hal politik, saya tidak tahu. Namun, yang jelas, inilah fakta dukungan politik yang terjadi jelang Pilgub Jatim 2018.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun