Bagi saya, sebutan "ustadz" yang disematkan oleh masyarakat bukanlah semata-mata bentuk penghormatan, tetapi justru terdapat beban tanggung jawab yang besar secara agama karena setiap umatnya melakukan kekeliruan, ustadz itu akan menanggung "dosa"nya. Saya membayangkan, betapa Nabi Muhammad adalah sosok sempurna tetapi paling peduli terhadap hal kecil apapun yang terjadi dengan umatnya. Bahkan, hingga di detik-detik kepulangannya ke hadapan Sang Maha Agung, Nabi Muhammad bahkan beberapa kali menyebut-nyebut umatnya, karena merasa khawatir, bahwa apa yang diperbuat dirinya selama hidup disalahartikan dan menjadi bencana bagi umatnya sendiri. Betapa sayangnya Rasulullah kepada umatnya, hingga seakan-akan dirinya tak punya urusan pribadi kecuali urusan yang berkait dengan kebaikan umat.
Para ustadz "seleb" sepertinya hanya mempertontonkan kepiawaian berorasi, public speaking secara mantap, menggiring setiap emosi massa untuk membangun "pengultusan" pada dirinya, tanpa sadar maupun tidak. Agama sepertinya sedang "diperdagangkan" di ranah publik, melalui medsos, televisi atau media apapun yang mengusung banyak sponsor di dalamnya. Para pengusaha aksesoris keagamaan pun ikut mengeruk keuntungan yang luar biasa dari sebuah penampilan ustadz "seleb" yang "manggung" di berbagai saluran media. Lalu, jika keagamaan marak di berbagai lini media, berbanding luruskan dengan sikap keagamaan masyarakat yang semakin baik? Karena asupan "gizi agama" yang hampir setiap hari mereka dapatkan secara bebas di ranah publik? Anda-pun bisa menilai, mana ustadz yang menjadi selebritis dan mana ahli agama yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H