Sejarah bangsa ini masih saja diselimuti rahasia masa lampau yang mungkin belum sepenuhnya terkuak. Kekerasan yang begitu melegenda akibat ulah kekejaman mereka yang distigmatisasi sebagai Partai Komunis Indonesia (PKI) seakan membentuk phobia mendalam, larut dalam setiap ruang-ruang ketakutan sejarah. Setiap ada isu soal komunis, apapun bentuknya, lantas beramai-ramai orang "membenci" dan bila perlu orang-orangnya disingkirkan dan dihabisi.
Soal lambang, atribut, bahkan membicarakan soal PKI saja sepertinya menjadi momok paling menakutkan. Inilah yang terjadi di negeri ini, isu soal PKI bahkan bisa "digoreng" dan mampu memprovokasi orang banyak, justru dipergunakan untuk melakukan kekerasan. Saya kira, kejadian yang membuat rusuh di depan Kantor LBH Jakarta adalah benar, karena soal isu komunisme yang berlebihan.
Ketakutan yang berlebihan saat berhadapan dengan isu-isu PKI, nampaknya sejalan dengan cara pemerintah Orde Baru yang sukses menstigmatisasi buruk soal komunisme. Padahal, komunisme sendiri merupakan ajaran yang tak lagi laku di masyarakat, terbukti oleh pecahnya Uni Soviet pada tahun 1990-an.
Namun demikian, isu komunisme dan PKI-nya sepertinya selalu menjadi isu paling laku dan paling sensitif di tengah puing-puing kehancuran komunis. Padahal, mereka yang sekadar berdiskusi atau mencari kesesuaian dan kebenaran sejarah, bukanlah "pemberontak" yang telah mempersiapkan cara-cara kekerasan untuk "menakuti" masyarakat. Tetapi, saking buruknya cap PKI yang ada dalam benak banyak orang, maka apapun yang berbau "komunis" adalah bersalah, padahal mereka yang dianggap pemberontak sudah lama sekali di "eksekusi" dan dipenjarakan tanpa diadili.
Rakyat tampaknya mudah sekali tersulut oleh isu-isu komunisme yang bahkan mereka tak pernah tahu secara pasti apalagi merasakan soal kekerasan yang ditimbulkan oleh pemberontakan PKI. Sejarah mengenai hal ini-pun serasa masih banyak yang belum terkuak, terlampau banyak penuturan hoax atau tumpang-tindih dengan berbagai kepentingan politik penguasa.
Bagi saya, biarlah itu menjadi sejarah kelam bangsa ini, "forgive but not forget" sepertinya harus dipahami dari sisi kemanusiaan bukan dari cara pandang ideologi yang ada dibelakang kepala kita. Kenapa komunisme begitu kuat dalam benak rakyat sebagai pemberontak? Padahal, sejarah pemberontakan di negeri ini sangat banyak. Bagaimana dengan DI/TII, PRRI/Permesta atau yang lainnya?
Pasalnya, komunisme yang pernah hidup di Indonesia selalu dihubungkan dengan isu-isu agama, dimana komunis jelas bertentangan dengan agama, karena mereka tak pernah mengakui keberadaan agama. Lalu, bagaimana jika komunisme hanya sebatas ideologi perjuangan untuk membangkitkan semangat perlawanan rakyat terhadap penjajahan asing yang sewenang-wenang?
Barangkali paham inilah yang kemudian diadopsi oleh salah seorang komunis, Tan Malaka, yang berupaya memprovokasi semangat perjuangan melalui ide-ide komunisme-nya untuk berperang melawan Belanda yang telah congkak mengotori Bumi Pertiwi ini. saya kira, orang-orang yang dianggap "terlibat" komunisme atau PKI yang kemudian ditangkap, disiksa dan dibuang, tak seluruhnya memahami betul apa dan bagaimana ideologi komunis itu sendiri.
Kita ini sepertinya sulit melakukan rekonsiliasi dengan ideologi dan paham-paham berbau komunis, karena ketidaktahuan kita atau cara pandang kita yang terlampau memuja ideologi dan mencampakkan cara pandang prikemanusiaan. Cara pandang ideologis akan berakibat pada pembenaran terhadap diri sendiri dan menyalahkan mereka yang berbeda ideologinya dengan yang kita anut, termasuk menyalahkan mereka yang telah rela dipenjara selama puluhan tahun, dicap penjahat komunis, tak bisa kerja secara formal dan tentu saja dibenci masyarakat. Lalu, kenapa kita sendiri justru yang memuja ideologi, membelanya, bahkan "memaksa" orang lain agar mau mengikuti ideologi kita sendiri?
Saya kira, bangsa-bangsa maju di berbagai belahan bumi sana adalah mereka yang telah mencampakkan ideologinya dan menggantikannya dengan attitude atau prilaku yang lebih sehat dalam membangun mental kemanusiaan. Mereka lebih takut generasinya tak bisa antri dari pada harus membela-bela ideologi. Bahkan hebatnya, mereka di belahan bumi sana tak begitu mudah terprovokasi karena jelas melek literasi.
Mereka tahu sejarah, paham dan dapat membedakan mana masa lalu yang tak perlu dan masa kini yang harus terus diperbaiki, demi masa depan kemajuan keadaban manusia itu sendiri. Lalu, kenapa kita justru lebih takut PKI daripada tak bisa antri atau berkaca kepada prilaku diri kita sendiri? Inilah barangkali, perbedaan cara pandang yang dijalankan orang-orang kita dan mereka yang ada di belahan bumi lain disana.