Namun jauh dari itu, saya banyak belajar dari semangat Pak Yoga yang gigih merawat seluruh kebun kopinya dengan satu tujuan: bangga atas jerih payah bangsa sendiri dan harus bermanfaat dan dinikmati orang-orang kita sendiri. Satu kalimat yang masih terngiang, "Kalau ada petani kopi yang miskin, berarti ada masalah dengan kopinya". Ini artinya, tidak mungkin bangsa ini jatuh miskin, selama masih ada lahan-lahan subur dan produktif yang bisa diolah dan dimanfaatkan jika kita mau kaya. Hanya baru dari satu jenis tumbuhan kopi saja, kita bisa memperkaya bangsa sendiri.
Indonesia, saya kira merupakan negeri subur yang dapat menghasilkan banyak hal, termasuk kopi yang belakangan mulai dikenal di dunia internasional. Kopi asal Indonesia, tentu saja menjadi komoditas "berkelas" yang selalu saja "dilebeli" produk-produk asing. Lalu, kenapa kita tak mempopulerkan saja kopi ini menjadi produk "berkelas" di negeri sendiri? Rasio petani kopi yang hanya memiliki seratus batang kopi saja, setiap tahunnya pasti akan menghasilkan bahkan jauh melebihi rasio gaji PNS golongan tiga nilainya. Jadi, "semakin banyak ngopi semakin banyak rezeki", terutama bagi para petani kopi lokal yang gigih "menasionalisasi" kopinya. Lalu, kenapa juga kita harus bangga dengan menjamurnya gerai kopi asing di negeri sendiri, padahal kopi lokal lebih hebat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H