Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Muamalah "Medsosiah" di Antara 3 Darurat Negeri Ini

4 September 2017   14:21 Diperbarui: 5 September 2017   09:35 4675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebab sejauh yang saya tahu, "perang medsos" terkadang membawa-bawa implikasi keagamaan yang justru disalahgunakan untuk membuka aib atau keburukan, menyerang, atau memfitnah pihak lain dengan mengedepankan dalil-dalil agama. Saya dalam hal ini, jelas mendukung peluncuran fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 soal pedoman beraktivitas di medsos yang sedang digodog di Kementrian Komunikasi dan Informasi.

Indonesia juga sedang dirundung darurat olah raga yang cukup memprihatinkan. Bagaimana tidak, target perolehan medali emas 55 di Sea Games Malaysia, harus puas dengan urutan kelima dengan perolehan 33 medali. Mirisnya, Singapura yang luasnya hanya 719 km dan penduduknya  sekitar 6 juta, separuh saja dari penduduk Jakarta, justru berada pada posisi keempat dengan perolehan medali emas jauh melampaui Indonesia. 

Jelas kita bertanya-tanya, kok bisa Singapura lebih maju olah raganya dari Indonesia yang punya belasan ribu pulau? Konon, katanya dana olah raga dari pemerintah terbatas, wajar saja jika para atlet Indonesia ada yang membiayai diri sendiri selama mengikuti kejuaraan di Sea Games, prihatin memang! Bangsa besar semestinya punya biaya besar, apalagi sekadar olah raga yang tidak memakan dana seberapa, dibanding infrastruktur yang digenjot habis-habisan, walaupun harus ngutang sana-sini.

Darurat olah raga Indonesia bahkan dirasakan jauh sebelum gelaran Sea Games kemarin. Kita tentu tahu, banyak diantara olahragawan legendaris yang pernah mengharumkan nama bangsa di kancah Internasional, justru terpuruk, jangankan menjadi ikon olah raga, mereka justru "dibuang" seperti kacang lupa kulitnya. 

Petinju IBF fenomenal, Ellyas Pical setelah menggantungkan sarung tinjunya justru mendadak hidup menderita, dari jualan narkoba hingga menjadi office boy sekadar bertahan di tengah darurat olah raga nasional yang memprihatinkan. Lalu, beginikah wajah olah raga kita? Sudah mengharumkan nama bangsa tapi tak pernah dianggap pahlawan. Pical, hanyalah satu di antara deretan olahragawan nasional yang sudah jatuh tertimpa tangga!

Negeri ini memang dalam keadaan darurat, sehingga perlu penyelesaian sesegera mungkin agar tak lebih jatuh terpuruk menjadi "bulan-bulanan" pihak lain. Darurat medsos, narkoba, dan olah raga cukup menjadi potret buram dan warning bagi bangsa ini untuk tetap bangkit dan menata kedepan secara lebih baik. 

Tidak perlu ada kata "maaf" yang terlontar akibat keterpurukan ini, namun yang jelas, selalu disadarkan bahwa negeri ini dalam keadaan darurat, sehingga para pemangku kepentingan justru dapat lebih aware, menyelesaikan kondisi darurat seperti ini. Prioritaskanlah yang darurat, bukan malah mendahulukan yang tidak darurat, karena ini jelas sesat pikir yang tak mungkin memperbaiki kondisi apapun, selain menambah darurat semakin kronis.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun