"Kebiasaan tirani" ini kemudian membelenggu rakyat ini dalam penjara-penjaran demokrasi yang hampir-hampir tak pernah ada harapan untuk kebebasan. Barangkali, kita tak akan merasakannya saat ini, tapi jauh ke depan, kebiasaan dengan kondisi tiran akan meninabobokan kita karena begitu taatnya kita pada rezim.
Bagi saya, boleh saja ada pendapat yang berbeda yang mendukung rezim ini sebagai rezim yang anti kritik, karena itu hal yang wajar dalam sebuah alam yang masih berharap pada demokrasi. Dengan berbagai alasan, baik itu demi keamanan negara, keutuhan bangsa atau sebagai pelajaran berharga bagi orang-orang yang memang sukanya melakukan kritik, agar tidak lagi mengkritik secara terbuka, tapi kritik cukup dalam hati, ditulis dalam buku catatan yang disimpan rapi di bawah tempat tidur.Â
Hanya saja, saya tetap beranggapan, bahwa waspada itu lebih baik, agar anti kritik bukan dijadikan sebagai bentuk arogansi hegemoni negara dan kekuasaan yang menindas dan membelenggu kebebasan rakyatnya ketika berbeda pendapat. Walaupun, kritik bagi sebuah rezim seharusnya dipahami sebagai sisi lain dari informasi yang diungkapkan warganya, membuka kejelekan dan kebobrokan yang pada akhirnya disadari oleh rezim untuk diperbaiki dan diluruskan. Membungkam ekspresi kebebasan berpendapat sangatlah bertentangan dengan demokrasi, terlebih ketika rakyat berharap banyak terhadap rezim akan sebuah kebebasan dan keadilan dalam banyak hal. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H