Saya kira, BPKH juga harus merespon pernyataan presiden ini secara positif, melalui kajian mendalam peruntukkan dana haji ini agar pengelola kemanfaatannya akan kembali kepada umat. Karena menyangkut umat Islam, maka sudah semestinya BPKH menggandeng lembaga ulama seperti MUI untuk tetap mengawal ketika dana haji ini dialihkan pengelolaannya untuk kemanfaatan diluar kepentingan ibadah haji. Sebagai umat muslim, saya kira perlu pengembangan kajian fikih sosial yang dapat menyentuh langsung aspek kemanfaatan yang dirasakan masyarakat, terutama soal penggunaan dana haji ini untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur.
Saya kira, tidak perlu kaku dalam memandang persoalan dana haji ini yang menjadi polemik soal boleh tidaknya dimanfaatkan untuk hal lain, diluar konteks perhajian. Dalam kacama fikih sosial, terdapat sebuah kaidah umum: "tasharruf al-imam 'ala al-ra'iyyah manuutun bi al-maslahah" (kebijakan dan tindakan pemimpin harus terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya). Prinsip "kemaslahatan" adalah hal utama yang harus menjadi patokan para pemimpin, sehingga dana haji selama dipergunakan untuk kemaslahatan jelas dibenarkan oleh ajaran Islam. Inilah barangkali yang membuat John Kenneth Galbraith terinspirasi membuat sebuah karya yang cukup masyhur, "The Affluent Society" yang menekankan soal "kecukupan" ekonomi, baik yang bersifat perorangan maupun keseluruhan masyarakat (affluent society).