Ormas HTI, saya kira, pada akhirnya yang langsung terkena dampak perppu ini, sebelum kemudian ormas-ormas lainnya siap-siap menyusul. Inilah saya kira, dugaan darurat negeri hanyalah "desakan" dari pihak lain sehingga perppu diterbitkan, padahal ormas HTI dan sejenisnya hanyalah ormas "berisik" yang tidak "disukai" keberadaannya oleh para  penguasa.
Jadi, mana yang lebih genting atau darurat? Korupsi atau ormas? Saya kira masing-masing akan memiliki jawabannya sendiri-sendiri, tergantung kemana kecenderungan arah dukungannya. Saya sendiri lebih menganggap bahwa ormas HTI atau ormas "radikal" lainnya keberadaannya tidaklah menjadikan negeri ini dalam situasi genting, seperti darurat perang atau ada indikasi kudeta yang akan menggulingkan pemerintahan yang sah.
Jika Presiden menyatakan situasi genting atau darurat yang mengancam eksistensi negara, maka sudah pasti militer bergerak dan rakyat-pun tak akan tinggal diam, berjuang bersama negara mengangkat senjata dan mempertahankan keutuhan NKRI sampai titik darah penghabisan.
Rasanya nasionalisme kita tidak akan hilang hanya karena satu-dua ormas yang dianggap "mengancam" NKRI, tetapi nasionalisme kita jelas terganggu oleh aset-aset negara yang dikuasai "asing" dan "aseng" atau oleh praktik korupsi yang dilakukan oleh segelintir elit bangsa ini. Praktek korupsi merupakan darurat negara yang harus didukung sepenuhnya oleh pemerintah, diberangus, dibubarkan dan dimatikan, termasuk pada seluruh perangkat yang membela atau mendukung praktik korupsi tersebut. Wallahu a'lam bisshawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H