Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sesat Pikir "Jihad" dan Konten Radikalisme

11 Juli 2017   15:33 Diperbarui: 11 Juli 2017   17:30 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejauh ini, aparat keamanan mensinyalir ada keterkaitan antara konten radikal yang tersebar di dunia maya dengan semangat jihad yang kemudian muncul dari seseorang yang terpengaruh oleh konten radikal tersebut. Beberapa peristiwa kekerasan termasuk aksi terorisme yang dilakukan oleh seseorang yang terpengaruh konten radikal, menjadi alasan kuat, bahwa keberadaan internet sebagai sumber pengetahuan dan informasi memang harus diawasi secara ketat. Kasus penusukan terhadap aparat kepolisian, pengibaran bendera ISIS dan peristiwa ledakan bom di beberapa tempat adalah dilakukan oleh mereka yang sebagian besar menjadi radikal oleh konten internet.

Internet saat ini memang menjadi media informasi tanpa batas (borderless) bahkan hampir tanpa filterdan bisa diakses oleh siapapun tanpa terkecuali. Indonesia merupakan bangsa pengakses internet paling tinggi ke-6 di dunia dan uniknya, jumlah ponsel pintar yang digunakan masyarakat untuk mengakses internet telah melebihi jumlah penduduknya sendiri saat ini. Berdasarkan dari laporan Daily Social Annual Report 2016, pengguna aktif ponsel di Indonesia mencapai 281,9 juta, dan 83 persen lebih adalah pengguna internet secara aktif. Jika penduduk Indonesia saat ini mencapai 258 juta jiwa, berarti satu orang penduduk Indonesia bisa memiliki lebih dari satu ponsel.

Tumbuh suburnya para pengguna internet di Indonesia, belum diiringi oleh regulasi yang ketat dari  pemerintah terutama dalam melakukan pengawasan contentfiltering terhadap lalu lintas data yang diakses oleh masyarakat. Para provider telepon seluler yang menyediakan kuota internet bahkan terkesan jor-joran dalam memberikan layanan kuota internet dengan harga relatif murah kepada para penggunanya. Sayangnya, provider telepon seluler terlampau "bebas" membuka layanan internet hampir tanpa filter sama sekali, berbeda dengan provider internet non-seluler yang biasa diakses oleh para pengguna dengan menggunakan media laptop atau komputer pribadi, baik di kantor maupun perumahan.

Hal inilah saya kira, yang kemudian menjadi lahan subur bagi para pegiat konten internet untuk mengakses berbagai hal, termasuk menggali informasi-informasi yang mengarah kepada radikalisasi. Pemahaman keagamaan yang minim yang dimiliki seseorang, namun diiringi oleh semangat perjuangan yang menggebu dapat dengan mudah terpengaruh konten radikal. Kebanyakan dari konten radikal yang merasuki pemikiran para pelaku teror terutama adalah menyimpangkan makna jihad yang hanya dapat diaktualisasikan melalui media perang secara fisik. Jihad dan perang seakan menjadi dua sisi mata uang yang tak mungkin dilepaskan, menjadi satu kesatuan utuh sebagai bentuk perjuangan suci yang dipahami mereka.

Pemaknaan jihad hanya sebatas "perang" justru adalah sesat pikir yang marak disebarkan oleh penyebar konten radikalisme di dunia maya. Sasaran mereka jelas, para pengguna internet yang cenderung minim pengetahuan agama tetapi mudah disulut semangat keagamaannya melalui informasi-informasi tertentu yang menggelorakan "semangat juang" melalui jihad melawan kesewenang-wenangan yang ada di sekitar mereka. Padahal, memaknai istilah "jihad" secara lebih luas bukanlah perang dalam arti fisik, tetapi semangat yang harus ditanamkan secara sungguh-sungguh untuk kebaikan dan kemanfaatan bagi manusia. Istilah "jihad" sendiri yang berasal dari akar kata "jahada" berarti "mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki" sehingga segala hasil yang diperoleh benar-benar dalam keadaan maksimal.

Dalam kitab suci al-Quran disebutkan, jihad di jalan Allah harus dimulai dengan mencurahkan segala kekuatan melalui apa yang kita miliki (harta benda) terlebih dahulu, sebelum kemudian berjihad dengan kekuatan diri sendiri. "Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui" (QS. At-Taubah: 41). Jihad melalui harta benda, berarti selalu memanfaatkan harta (bi amwaalikum) yang kita miliki untuk terlebih dahulu dipergunakan dalam menolong sesama. Kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan ketika masih marak di sekitar kita, harus diselesaikan terlebih dahulu dengan berjihad, sebelum berjihad untuk diri kita sendiri (bi anfusikum).

Preferensi "jihad" yang didahului oleh harta benda yang kita miliki jelas merupakan hal yang paling utama yang harus dilakukan seorang muslim. Jihad melalui harta benda lebih condong kepada jihad sosial, dimana memberikan manfaat secara sosial, memajukan kondisi sosial atau terlibat dalam perjuangan membangun masyarakat adalah hal yang paling utama, bahkan sebelum jihad secara personal dilakukan. Jihad dalam pengertian personal-pun tidak dapat diartikan "perang" tetapi lebih memiliki makna konotasi kesungguhan, keyakinan dan semangat untuk berjuang memperbaiki diri dari keterbelakangan, kebodohan ataupun kemiskinan. Menuntut ilmu misalnya, memiliki konotasi "berjihad" di jalan Allah, termasuk juga bekerja dan mencari nafkah dalam meraih kesuksesan sehingga mampu mengangkat derajat diri dan keluarganya. Ajaran Islam jelas, lebih mendahulukan jihad yang bersifat sosial terlebih dahulu, baru kemudian berjihad secara personal.

Jika melihat pada tren aksi terorisme yang diakibatkan pembacaan atas konten radikal di internet, mereka para pelaku aksi terorisme cenderung tidak memiliki latar belakang perekonomian yang mapan, terlebih mereka sangat minim sekali pengetahuan agama. Kemudahan dalam mengakses internet di negeri ini, justru memicu kegelisahan mereka yang ingin belajar ilmu-ilmu keagamaan melalui akses yang lebih mudah dan tentu saja murah. Ongkos pendidikan yang begitu mahal jelas tak akan mampu dijangkau oleh mereka, ditambah oleh ketidakpedulian masyarakat sekitar dalam hal sosialiasi dengan sesama. Kecenderungan individualisme dan hedonisme belakangan semakin mengental, sehingga himbauan Menhan Wiranto untuk menghidupkan kembali siskamling adalah solusi nyata dari sebuah bentuk masyarakat yang semakin individualistik.

Ada harapan yang cukup besar jika melihat keinginan pihak kepolisian yang akan memperketat lalu lintas data internet (cyber patrol) untuk mencegah maraknya berbagai konten radikal. Hanya saja, keinginan ini sudah semestinya diiringi oleh pengetatan bagi penyedia jasa internet melalui telepon seluler yang harus dibatasi, terutama untuk konten-konten yang bersifat radikalisme, kekerasan dan pornografi tidak boleh dibiarkan bebas diakses masyarakat. Content filtering harus diberlakukan untuk jalur akses internet melalui media telepon selular karena ini yang paling banyak dipergunakan masyarakat, mengingat aksesnya yang relatif paling mudah dan harganyapun paling murah.

Konten yang mengajak kepada jihad secara mandiri atau dalam istilah lain disebut sebagai leaderless jihadyang belakangan memicu aksi lone wolfmerupakan penyimpangan yang sengaja dibuat untuk mengaburkan makna jihad sebenarnya. Indonesia bisa jadi sebagai target utama para penyedia konten radikal karena semangat keagamaan masyarakatnya yang cukup kuat tetapi minim dalam pengetahuan keagamaan. Semangat keagamaan memang harus diiringi juga oleh pemahaman  keagamaan secara baik, sehingga radikalisme tidak mudah tumbuh dalam jiwa seseorang, terlebih meyakini bahwa jihad hanyalah sebatas perang dalam artian fisik, bukan kesungguhan atau semangat meningkatkan derajat kehidupan dalam artian yang lebih luas.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun