Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Potret "Kemanusiaan" di Akhir Ramadan

14 Juni 2017   00:14 Diperbarui: 14 Juni 2017   21:42 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sulit dipungkiri, bahwa akhir Ramadan selalu disuguhkan fenomena kemanusiaan yang tak biasa dan ini khusus hanya terjadi di Indonesia dan tak akan pernah dijumpai di negara manapun, termasuk di negara dimana agama Islam itu pertama kali hadir. Lebaran kali ini bahkan bertepatan dengan cairnya gaji ke-13 PNS yang PP-nya telah diteken oleh Presiden Jokowi. 

Pemerintah harus menggelontorkan dana segar sebesar 23 triliun rupiah yang akan dibayarkan sebagai THR dan gaji ke-13 yang kemungkinan dicairkan bulan ini. Kekurangan APBN yang saat ini sedang diupayakan ditutupi oleh beragam cara, termasuk program Pengampunan Pajak, nampaknya masih jauh panggang daripada api. Inilah fenomena “kemanusiaan” yang tak akan pernah luput disepanjang tahun setiap akhir bulan Ramadan, bulan dimana umat muslim justru semestinya menggali nilai-nilai kemanusiaan dari rangkaian ibadah puasa yang dijalankannya.

Kita memang tak akan sanggup mengubah tradisi yang sudah sekian lama berakar dalam masyarakat, tetapi paling tidak, tanpa harus terjebak pada simbolisasi lebaran yang ditandai oleh meningkatnya segala kebutuhan kemanusiaan, kita masih harus diingatkan akan nilai-nilai substantif dari puasa itu sendiri yang seharusnya mampu “mendobrak” simbolisasi menjadi aktualisasi atas nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam rangkaian ibadah puasa Ramadan. 

Bangsa ini sudah terjebak oleh hasrat konsumerisme yang berlebih, bahkan tidak saja di akhir bulan Ramadan, walaupun puncaknya selalu dirasakan justru di akhir bulan Ramadan. Fenomena ini seakan gambaran mengejar “kulit” tetapi membuang jauh-jauh “isinya”. Humanisme yang semestinya terbentuk oleh puasa, justru tergilas oleh praktik kapitalisme yang membabi-buta, mengejar “kebahagiaan” secara materi yang pasti tak akan pernah ada habisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun