Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok-Rizieq dan Bencana Penodaan Agama

14 Mei 2017   17:50 Diperbarui: 14 Mei 2017   18:12 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita harus akui, bahwa kedua tokoh ini tiba-tiba menjadi sangat fenomenal terutama ketika keduanya sama-sama dianggap sebagai “penista agama”. Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terjerat kasus penistaan agama barangkali adalah juga tekanan yang begitu besar dan massif yang dijalankan Rizieq Sihab dengan FPI-nya, tak berbeda dengan Rizieq yang saat ini malah sedang “diburu” kepolisian salah satunya soal kasus “penistaan agama” yang menimpa dirinya. Rizieq barangkali lebih banyak tersangkut kasus—entah karena dorongan politis ataukah tidak—salah satu kasus yang bagi saya agak sedikit aneh adalah “baladacintarizieq” yang menghubungkan Imam Besar FPI ini dengan salah satu Ketua Yayasan Solidaritas Keluarga Cendana, Firda Husein, dimana keduanya dituduh melakukan “penistaan media sosial” dengan sexchat-nya yang menghebohkan. Singkatnya, Ahok-Rizieq sedang dirundung fenomena “penistaan” yang kemudian dari sinilah terbentuk polarisasi “suka-benci” yang mengkristal di tengah masyarakat.

Kristalisasi “suka-benci” yang terjadi dalam masyarakat sejauh ini merujuk kepada dua tokoh fenomenal ini, Ahok-Rizieq dan hampir-hampir negara ini tak mau ketinggalan untuk selalu hadir dalam mengikuti sepak-terjang keduanya. Bagi saya, mudah saja untuk melihat secara lebih jauh siapa para pendukung Ahok sebenarnya, karena dipastikan mereka adalah kelompok yang paling benci terhadap Rizieq Sihab, sampai-sampai tidak ada satupun ungkapan positif yang ditujukan kepadanya. Kebencian para pendukung Ahok terhadap Rizieq dan FPI bahkan menularkan kepada pihak lain untuk melakukan kebencian yang sama, bahkan meluas tidak hanya Rizieq dan FPI-nya, tetapi seluruh kelompok yang menginisiasi berbagai gerakan demonstrasi yang pada akhirnya sukses memenjarakan Ahok.

Kelompok pendukung Rizieq Sihab sudah barang tentu sejak awal adalah kelompok yang kontra terhadap Ahok. Persepsi Ahok yang ada dalam kelompok ini tidak hanya negatif, tetapi dijadikan sebagai “musuh” yang juga sangat dibenci sekaligus harus dihancurkan. Namun hebatnya, kebencian yang luar biasa digelorakan kelompok ini tak pernah membuat gubernur non-aktif Jakarta ini terluka sedikitpun atau kegiatan-kegiatan dirinya selama menjadi gubernur dihalang-halangi dengan menggunakan aksi kekerasan ataupun tidak. Saya malah teringat bagaimana seorang liberal yang dibenci di Mesir bernama Farag Fauda justru ditembak mati oleh sekelompok orang pembencinya disaat dia sedang berjalan-jalan bersama anaknya di tengah hiruk-pikuk Kota Cairo. Kebencian yang meluap-luap yang disematkan kepada Ahok oleh kelompok pendukung Rizieq ini sejauh ini masih terkontrol oleh kekuatan agama dan budaya, sehingga benci hanya sebatas dirasakan dalam hati, tanpa harus diwujudkan dengan melukai.

Dalam banyak hal, kita juga harus mengakui, Ahok-Rizieq sangat terkenal dengan kata-katanya yang “keras”, “kasar” bahkan tanpa tedeng aling-aling. Keduanya tidak peduli kepada siapa mereka berbicara yang penting kata-kata yang dikeluarkan akan mengalir mengikuti bagaimana perasaan hatinya. Saya kira, semua sudah lihat bagaimana video Ahok-Rizieq yang tersebar secara viral dengan mempertontonkan perkataan-perkataan yang “menyakitkan” bahkan tak aneh seringkali “mengaduk-aduk” perasaan siapa saja yang menontonnya. Bagi pembenci Ahok, sudah pasti dia akan semakin larut dalam kebenciannya, tak beda jauh dengan pembenci Rizieq, yang sudah pasti lebih galau dan mungkin tak akan nyenyak tidur karena kebenciannya yang meluap-luap. Ahok-Rizieq bermula dari “bencana kata-kata” dan kemudian akibat polarisasi “suka-benci” justru menjadikan “bencana penodaan agama” yang menjerat keduanya.

Pasca vonis Ahok yang menimbulkan pro-kontra akibat perbuatannya menodai agama, kini pihak aparat memburu Rizieq yang juga semestinya “dipenjara” karena perbuatannya menodai agama. Dorongan yang kuat dari kelompok “pembenci” Rizieq pasti tak akan tinggal diam dan menuntut posisi yang sama kepada Rizieq sebagaiman yang telah diberlakukan negara kepada Ahok. Bahkan tak tanggung-tanggung, desakan yang kuat dari kelompok pembenci Rizieq membuat aparat “gerah” dan akan segera menangkap Rizieq Sihab yang sempat dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan. Tidak ada lagi surat panggilan untuk Rizieq yang ada adalah surat penangkapan untuk membawa Rizieq ke hadapan para penyidik agar segera “diadili” atas berbagai kasus yang dituduhkan kepadanya. Kuat dugaan bahwa pemanggilan “paksa” terhadap Rizieq ini adalah terkait kasus konten pornografi yang sejauh ini status Rizieq masih saksi, karena surat untuk membawa Rizieq Sihab dikeluarkan oleh Polda Metro Jaya.

Fenomena hukum terkait Ahok-Rizieq yang bermula dari bencana kata-kata yang mereka bangun ditengah masyarakat dan saat ini menjadi semacam bencana penistaan agama, justru mendorong berbagai pihak—termasuk dunia internasional—mewacanakan agar pasal-pasal soal penodaan agama di Indonesia sebaiknya dihapus, kerena telah melanggar batas-batas kebebasan berdemokrasi. Bahkan Dewan HAM PBB ikut bersuara agar pemerintah RI dapat meninjau kembali hukum penistaan agama karena merasa prihatin atas hukuman yang dikenakan kepada Ahok. Saya agak sangsi, seandainya Rizieq juga terkena hukuman kasus penistaan agama dan dipenjara, apakah PBB juga akan ikut menyuarakan soal penghapusan pasal-pasal penodaan agama yang ada dalam diktum hukum Indonesia. Jadi, saya kira publik akan mudah menilai, kemanakah sebenarnya arah suara “intervensi” dunia ketika bersuara soal hukum yang ada di Indonesia, karena fenomena Ahok-Rizieq dan bencana penodaan agama pasti akan memiliki implikasi berbeda dalam wacana hukum internasional.

Pasca vonis Ahok, pembicaraan soal hukuman yang menyoal penodaan agama seakan kian marak, membuka semua mata publik bahwa ternyata masih ada celah hukum yang masih menyimpan “api dalam sekam” yang ketika hukuman itu diberlakukan kepada seorang tertentu, lalu tiba-tiba “meledak” membakar seluruh emosi masyarakat bahwa ada yang salah dengan peradilan kita. Tidak hanya itu, mata dunia internasional juga terbelalak menyaksikan bahwa masih ada hukum seperti itu di Indonesia, padahal undang-undang soal penodaan agama sudah sejak dahulu hadir dan masuk dalam diktum Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tetapi memang publik harus memaklumi, bahwa “tak ada asap tak ada api” karena ketika undang-undang ini menjerat dan menghukum Ahok maka timbulah “api” sebagai bentuk “perlawanan” ketika hukum itu benar-benar diberlakukan.

Ahok-Rizieq adalah dua tokoh fenomenal yang barangkali paling populer diantara sekian pemberitaan di media tanah air, bahkan mungkin di beberapa media internasional yang melihat kedua sosok ini representasi “pro-kontra” yang selalu menarik jika dibahas dari berbagai sisinya. Keduanya jelas memiliki kesamaan, terutama soal bicaranya yang “keras” bahkan “kotor”, “berani” melawan arus dan tidak pernah memiliki rasa takut. Keduanya juga sama dalam posisi memiliki pendukung yang luar biasa banyak dan ini bisa dibuktikan dari gelaran Pilkada Jakarta yang baru saja usai dan lebih jelas lagi ketika vonis hukum dijatuhkan atas Ahok. Jika Ahok saat ini sudah dipenjara karena kasus penodaan agama, lalu kapan Rizieq juga diadili atas kasus yang sama? Rasanya, tidak akan sama bagi mereka para “pembenci” Ahok dan juga para “pembenci” Rizieq namun yang jelas keduanya adalah “bencana” bagi pasal penodaan agama di Indonesia.  

Wallahu a'lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun