Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tak Ada Pertentangan Antara ke-Islaman dan ke-Indonesiaan

7 Mei 2017   21:36 Diperbarui: 7 Mei 2017   22:10 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Bagi Hadratus Syekh, bahwa penegasan sebagai dar al-Islam dalam pemerintahan kolonial didasarkan atas adanya kebebasan menjalankan agama yang dijamin oleh pemerintah. Padahal, dalam kesadaran politik muslim justru terpatri bahwa pemerintah Belanda adalah kaum kafir. Disinilah saya kira, pentingnya untuk melihat lebih jernih, bagaimana seharusnya konsep keislaman dan kebangsaan pada konteks kekinian juga tidak seharusnya dipertentangkan, terlebih bahwa kita sudah tidak lagi berada dalam kondisi penguasaan atas kekuatan kolonialisme.

Hadratus Syekh seakan sedang mendamaikan antara Islam dan kolonialisme kafir secara kreatif, tanpa harus mempertentangkan atau menafikan salah satunya. Menegaskan Indonesia walaupun dibawah penguasaan kolonialisme dengan dar al-Islam, memiliki implikasi yang sangat jauh, bukan saja menumbuhkan semangat ke-Islaman diantara sesama umat muslim, tetapi disisi lain menumbuhkan gairah ke-Indonesiaan sebagai bentuk kecintaan yang tinggi kepada Ibu Pertiwi. 

Hal ini terbukti, ketika kemudian Jepang datang menyerang Belanda, maka bangsa Indonesia tidak membantu pemerintah kolonial untuk melawan Jepang, tetapi bangsa ini terus menyusun strategi agar bisa lepas dari jerat kolonialisme bangsa asing. Sikap akomodatif Hadratus Syekh terhadap pemerintahan Jepang tetap dijaga dengan asumsi yang kurang lebih sama, selama umat muslim masih bebas menjalankan kegiatan ibadah keagamaannya.

Saya kira, perlu ditegaskan bahwa tak ada pertentangan sama sekali antara ke-Islaman dan ke-Indonesiaan yang selama ini justru seakan memperlihatkan dua kutub yang saling berseberangan. Kita tentu perlu belajar dari konsepsi pemikiran Hadratus Syekh yang sangat relevan belakangan ini, bahwa pertentangan soal isu-isu ke-Islaman dan ke-Indonesiaan perlu didamaikan secara kreatif,

 tanpa harus menafikan salah satu diantara keduanya. Islam, sebagai agama tentu memiliki seperangkat ajaran yang sangat menjunjung tinggi kecintaan kepada tanah air, bagaimana seharusnya mempertahankannya, menjaganya dan juga merawatnya.

Mempertentangkannya dengan kebangsaan atau ke-Indonesiaan sama halnya dengan mempertentangkan ajaran agama itu sendiri. Jika ada segelintir pihak yang berasumsi bahwa Islam justu intoleran dan anti-kebhinekaan, sungguh sebuah kesimpulan yang keliru, karena Islam sesungguhnya menganut ajaran kecintaan kepada tanah air.

 Begitupun sebaliknya, ketika ada segelintir kaum muslim yang mempertentangkan sikap kebhinekaan dan kebangsaan sebagai anti-agama terlebih dianggap sebagai kelompok sekuler yang anti-Islam justru kesimpulan yang terlampau jauh, jika tidak disebut mengada-ada. Ke-Islaman dan ke-Indonesiaan seharusnya bersinergi, saling mengisi dan memperkuat karena tidak ada pertentangan sama sekali, baik dipandang secara konsepsi maupun dalam ranah praksis sosial-politiknya.

Wallahu a'lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun