Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

"Partai Ka'bah" dan Hasrat Politik yang Membuncah

30 Maret 2017   14:06 Diperbarui: 31 Maret 2017   06:00 1456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengesahan kepengurusan hasil Muktamar Surabaya oleh Kemenkumham justru sangat politis dan terkesan terburu-buru dengan memperlihatkan keberpihakan penguasa kepada salah satu kubu. Hal inilah yang kemudian menjadi berlarut-larut konflik internal di tubuh PPP sehingga membentuk partai dengan slogan “Rumah Besar Umat Islam” ini berada pada dualisme kepemimpinan.

Saya kira, titik-temu dua kubu—baik Romahurmuziy dan Djan—saat ini dapat dilihat ketika keduanya sepakat untuk mendukung pasangan Ahok-Djarot di Pilkada Jakarta putaran kedua nanti. Titik-temu ini saya kira, bisa saja menjadi ajang “islah politik” antara keduanya untuk kembali bersama-sama dalam satu kepengurusan, toh keduanya berada secara politik dalam koalisi parpol pendukung pemerintahan. 

Walaupun banyak pihak menilai, bahwa dukungan PPP kepada paslon nomor urut dua ini hanyalah sebagai pemenuhan ambisi politiknya terutama dalam mempertahankan para elit-nya dalam lingkaran kekuasaan politik walaupun harus mengorbankan aspirasi kelompok akar rumput yang berbeda soal pilihan politik dengan para elit-nya. Tak salah jika salah satu pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago berujar, “keputusan PPP mendukung Ahok-Djarot hanya untuk mengakomodasi kepentingan elit partai, bukan keinginan para pemilih tradisional PPP”.

Asumsi saya juga tidak jauh dari itu, bahwa ternyata ideologi sebuah partai politik bukanlah penentu bagi segalanya, sebab yang lebih dibutuhkan saat ini adalah bagaimana parpol berhitung secara cermat soal keuntungan-keuntungan politik yang bersifat ekonomis walaupun sesungguhnya hanya bersifat jangka pendek. 

Pengabaian akan ideologi partai terlebih secara tegas mengatasnamakan agama, justru berdampak negatif terhadap kondisi jangka panjang dan ekses-nya justru akan semakin ditinggalkan oleh pemilihnya yang masih memegang teguh ideologi partai yang berasaskan agama. Para pemilih tradisional yang tersebar di akar rumput yang merasa telah “dipermainkan” oleh para elit parpolnya justru akan semakin kehilangan kepercayaan dan dukungan terhadap parpol yang justru dirasa memiliki kesamaan soal ideologi. Inilah barangkali efek jangkan panjang ketika parpol tidak lagi mementingkan sebuah ideologi politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun