Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Media di Antara Objektivitas dan Subjektivitas

10 Februari 2017   11:14 Diperbarui: 10 Februari 2017   14:56 1756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya kira, isu Ahok sebagai cagub DKI Jakarta yang terlilit banyak masalah dalam wilayah lokal, telah menjadi tren berita politik yang juga diangkat menjadi isu politik global di media internasional. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, isu mengenai kepemimpinan politik muslim-nonmuslim juga sudah menjadi isu global meskipun pada awalnya hanya merupakan isu politik lokal.

Asumsi saya, walaupun memang pada kenyataannya media tak mungkin bisa lepas dari bayangan ideologi tertentu yang memang berada dibalik kepala para pengasuhnya, namun tetap ia merupakan produk jurnalistik yang patut dihargai. Tidak kemudian juga kita secara naif dan picik menganggap bahwa apapun yang mereka katakan salah dan kita patut mencurigai mereka sebagai orang-orang yang sedang bermusuhan dengan ideologi lainnya. 

Sebagai elemen masyarakat yang “melek media” yang diperlukan hanyalah kehati-hatian dan selalu melakukan check dan recheck terhadap segala informasi apapun yang kita terima. Perlu diingat, bahwa di balik objektivitas apapun selalu menyimpan subjektivitas, tidak ada sesuatu yang berkait dengan realitas sosial apalagi realitas politik yang benar-benar bebas nilai dan objektif. Kitalah sebagai gerbang terakhir penerima informasi yang harus lebih bijak menilai seobjektiv mungkin informasi yang kita baca atau kita lihat dari media.

Kuatnya pengaruh media terhadap prilaku masyarakat belakangan memunculkan “kegerahan” ditingkat elit masyarakat sehingga memicu terjadinya konflik horizontal antarkelompok masyarakat. Bagaimana tidak, perkembangan informasi hoax, fitnah, provokasi yang merajalela membuat pemerintah melakukan pengetatan terhadap media massa yang ada. 

Media mainstream yang selama ini hadir-pun tetap menjadi sasaran kebijakan pemerintah untuk dilakukan verifikasi, terutama menyangkut perihal perizinan termasuk kategori konten yang mereka suguhkan selama ini  sebagai bentuk informasi kepada masyarakat. Tak lebih dari belasan media saja yang disebut lolos verikasi pemerintah, sehingga keberadaan mereka sebagai “media legal” dapat dijadikan rujukan informasi berimbang oleh masyarakat. 

Begitu luar biasanya pengaruh suatu media, sampai-sampai Napoleon Bonaparte berujar, “lebih baik menghadapi ribuan senapan dibanding harus menghadapi satu pena wartawan”.   

Wallahu a'lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun