Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan featured

NU dan Gagasan Islam Jalan Tengah

1 Februari 2017   15:39 Diperbarui: 31 Januari 2021   17:03 1714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun prinsip Islam moderat yang dikomandoi NU nampak pasang-surut ditengah terpaan berbagai isu sosial-politik yang terus menerus menggerus zaman. Menguatnya kembali fundamentalisme dan konservatisme Islam belakangan ini akibat sentimen Barat terhadap Islam telah merubah sedikit banyak cara pandang warga NU terhadap dunia politik-kekuasaan. 

Dalam konteks kekinian, gejala pertumbuhan konservatisme atau fundamentalisme juga merambah NU dan Muhammadiyah yang selama ini dianggap sebagai corong Islam moderat.

Hari Lahir NU ke 91 yang diperingati di Gedung PBNU, Jakarta, nampaknya bisa menjadi momen penting untuk menguatkan dan memposisikan kembali NU sebagai penggagas utama “jalan tengah” Islam yang saat ini dinilai sangat mendesak. 

Bagaimana tidak, ditengah kondisi bangsa Indonesia yang kurang kondusif belakangan melalui tumbuhkembangnya kebencian terhadap segala hal yang berbeda, munculnya gerakan antiintelektualisme dengan mengedepankan fanatisme berlebihan terhadap simbolisasi agama dan lupa terhadap substansi keagamaan itu sendiri, mendesak bagi NU untuk terus memperkuat warisan moderasi Islam yang sudah sejak lama ditanamkan. NU sejauh ini dinilai memiliki kemampuan untuk memperlihatkan wajah Islam moderat, akomodatif, toleran yang sesuai dengan cita-cita sebagai Islam rahmatan lil ‘alamin.

Sebagai gerbong yang mewadahi puluhan jutaan umat Islam di seluruh Nusantara yang mengakar, NU memiliki dan sukses menanamkan kultur keagamaan yang ramah dan jauh dari sikap provokatif yang jauh tertanam dalam lubuk hati para pengikutnya secara kultural. 

Oleh karenanya, gagasan Islam Nusantara yang dicetuskan NU, sesungguhnya memiliki nilai-nilai humanisme, pluralisme dan cenderung akomodatif terhadap segala perbedaan dalam ranah sosial-politik. Islam Nusantara sebenarnya hendak menunjukkan bahwa Ke-NU-an, Keislaman dan Kebhinekaan yang telah mengkristal dalam sejarah bangunan Nusantara merupakan warisan keagamaan yang dibawa oleh para ulama yang selama ini menjadi panutan warga Nahdliyyin

Sehingga, Islam tidak bertentangan dengan tradisi apapun, tetapi Islam dapat mewarnai dan memberi manfaat terhadap bentuk bangunan sosial-kenegaraan, termasuk Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

Slogan Islam Nusantara yang digaungkan NU secara tidak langsung merupakan kritik terhadap kelompok tertentu yang masih mempermasalahkan keragaman dan cenderung mengedepankan  simbol-simbol keagamaan yang justru bertolak belakang dengan substansi ajaran Islam itu sendiri. 

Sejauh ini, upaya NU dalam menjaga kekondusifan berbangsa dan berbegara tampak lebih didahulukan mengingat bahwa jika suasana tidak kondusif yang menguat, maka kerusakan dan kehancuran solidaritas sosial akan lebih mudah terjadi. Inilah yang selalu dipegang oleh NU melalui adagium fiqh-nya yang terkenal, “dar’u al-mafaasid muqaddamun ‘ala jalbi al-mashalih” (mencegah kerusakan harus didahulukan daripada membangun kemaslahatan).

Asumsi saya, ditengah menguatnya iklim fundamentalisme dan konservatisme Islam yang mempertontonkan kejumudan, taklid buta terhadap kelompok, antiintelektualisme dan intoleran terhadap perbedaan pemikiran dan pendapat bahkan sangat mudahnya sentimen keagamaan dimanfaatkan untuk kepentingan politik sesaat, NU sudah sepatutnya tampil menjadi “penengah” sehingga mampu meredam setiap gejolak sosial yang mengatasnamakan agama. 

Disisi lain, NU sebagai wadah para ulama dengan kekayaan atas ragam keilmuannya dapat dengan sigap memberikan arahan-arahan yang justru memberikan dampak kedamaian dan tidak mudah terpancing oleh emosi-emosi yang menyulut kebencian umat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun