Sikap itulah yang kemudian diekspresikan melalui sujud, sebagi simbol egalitarianisme (semua orang adalah sederajat di hadapan Tuhan) sekaligus suatu penolakan atas arogansi keakuan pribadi yang lebih mementingkan diri sendiri. Muhammad kemudian mengajarkan zakat, agar yang kuat membantu yang lemah, sehingga seharusnya tidak ada lagi mereka yang menderita kemiskinan apalagi kelaparan karena sesungguhnya seorang muslim wajib membantu dengan cara menyisihkan sebagian harta mereka untuk membantu mereka yang kekurangan.
Tidak perlu kita memperdebatkan dogma yang terkadang sulit untuk dimengerti. Pesan Muhammad sungguh sangat sederhana: keadilan sosial dalam konsep “ummat” merupakan nilai kebaikan utama dalam ajaran Islam. Kesejaheraan sosial dan politik dari ummat merupakan nilai sakral yang dibangun oleh apa yang diinginkan Muhammad sekaligus cara yang dikehendaki Tuhan bagi umat manusia. Jika ummat makmur, ini artinya sesuai dengan apa yang diinginkan Tuhan dan sekaligus dicita-citakan utusan-Nya, Muhammad.
Pesannya sama dengan pesan-pesan Nabi sebelumnya, Ibrahim, Musa, Daud, Sulaiman dan Isa yakni tidak membatalkan agama-agama terdahulu atau membuat kepercayaan baru, (lihat QS al-Baqarah: 129-132 dan As-Shaaf: 6).
Di sinilah letak orisinalitas pesan Nabi Muhammad kepada ummat manusia, di mana pesan ilahiah disampaikan dalam ranah insaniyah yang menggugah kesadaran ummat untuk menciptakan kesejahteraan, melalui keadilan sosial, egalitarianisme dan kasih sayang. Kita tentunya harus senantiasa mengingat pesan Nabi yang walaupun diucapkan 15 abad yang lalu, namun tetap menjadi spirit bagi seluruh umat manusia. Shallallahu ‘alannabiy.
Wallahu a'lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H