Saya kira, membangun komunikasi yang menyejukkan itu sangatlah penting, apalagi membangun komunikasi yang membawa nilai-nilai kebaikan. Kita semestinya sadar, bahwa setiap interaksi yang kita lakukan dalam bentuk komunikasi, baik verbal dan non-verbal dapat dilakukan “forensikasi” terhadap beragam pesan yang kita sampaikan. Jejak-jejak pesan yang kita tinggalkan baik melalui media sosial atau media lainnya dapat diangkat kembali sebagai bentuk forensik yang suatu saat nanti harus kita pertanggungjawabkan.
Karena, setiap jejak pesan “keburukan” yang tersebar secara viral akan sulit dibendung dan pasti akan berpengaruh “buruk” terhadap setiap objek komunikannya. Begitupun sebaliknya, menyampaikan komunikasi yang dibungkus oleh “pesan-pesan” kebaikan justru akan membawa kebaikan dan kedamaian kepada siapapun yang menerima dan membacanya.
Perlu disadari, bahwa janganlah anggap enteng sebuah komunikasi dengan siapapun, terlebih di tengah era media sosial yang relatif terbuka. Pesan-pesan yang kita sampaikan, sekurang-kurangnya, akan menjadi catatan ingatan setiap orang yang membacanya yang suatu waktu rekaman komunikasi itu bisa dimunculkan kembali oleh publik. Bersyukurlah bagi mereka yang produk-produk komunikasinya selalu baik atau profetik, karena yang akan direkam oleh publik adalah pesan-pesan kebaikan.
Bukankah sebagai muslim kita tahu, bahwa seluruh prilaku kita, ucapan kita, atau apapun tindakan kita dapat diputar kembali “forensik”nya di Hari Akhir nanti? Silahkan renungkan ketika Al-Quran menegaskan, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan” (QS. Yaasin: 65)
Wallahu a’lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H