Dengan demikian, pemerintah seyogyanya bertindak pro-aktif secara simultan memberikan pendidikan literasi media kepada publik, bukan hanya sekedar memblokir situs-situs yang dalam pandangan mereka “radikal”. Diblokirnya beberapa situs “radikal” yang justru dihubungkan dengan aksi 4 November saat ini justru semakin terlihat kontraproduktif karena pada akhirnya realitas kita terbelah dalam hal akses media terutama daring, antara mereka yang cenderung menggunakan situs-situs pro aksi dan situs-situs yang mereka dianggap kontra aksi. Tidak hanya itu, media pun justru terlihat semakin terbelah bahkan semakin ekstrem, mempertontonkan framing yang pro dan sekaligus kontra.
Jika seandainya pemerintah mampu menjalankan serangkaian aktivitas literasi media kepada publik, dengan sendirinya publik akan dipahamkan terhadap mana informasi yang dapat dipilih dan dipertanggungjawabkan dan mana yang justru sekedar provokasi yang membahayakan. Dengan sendirinya, tentu situs-situs tertentu yang memuat konten-konten tertentu yang dianggap memicu SARA atau sentimen radikalisme-ekstremisme akan semakin ditinggalkan masyarakat. Sudah seharusnya bahwa pemerintah juga dapat diposisikan sebagai “penyeimbang” terhadap terbelahnya realitas sosial dalam kubu pro dan kontra. Semoga hal ini selalu menjadi pelajaran terbaik bagi kita, khususnya pemerintah, untuk lebih mempertimbangkan aspek-aspek tertentu, terutama soal bagaimana membendung arus radikalisme-ekstremisme yang saat ini justru semakin hidup dan berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H