Saya kira, hiruk-pikuk Pilkada Jakarta yang sejauh ini dipandang sebagai ajang kompetisi politik secara rasional-demokratis, justru tak bisa juga dilepaskan dari nilai-nilai tradisional masyarakat yang masih menganggap penting mistifikasi yang ditunjukkan oleh simbol-simbol tradisi dan budaya. Ziarah kubur menjadi semacam “keharusan” dalam rentan sebuah mistifikasi politik: agar kontestan direstui oleh leluhur, diakui secara sosial dan akhirnya mendapatkan “legitimasi” kekuasaan dari masyarakat.
Ada semacam “pelanggaran” yang justru akan didapatkan para kontestan politik jika mengabaikan hal ini. Jadi, diakui ataupun tidak, serasional apapun proses politik di negeri kita, pengabaian terhadap nilai-nilai dan warisan budaya yang telah tertanam sekian lama dalam masyarakat, justru akan merugikan para kontestan, karena mereka akan “dikucilkan” secara sosial dan tidak akan mendapat dukungan serta pengakuan dari masyarakat soal legalitas kekuasaannya.
Wallahu a'lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H