Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Sebuah Ironi di Negeri Demokrasi

14 Oktober 2016   21:48 Diperbarui: 15 Oktober 2016   16:30 1864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menyuarakan aspirasi. Tribunnews.com

Celakanya, Pancasila pun sebagai dasar negara justru tersandera oleh setiap perbedaan kepentingan kelompok yang ada. Prinsip-prisip keadilan yang seharusnya diperjuangkan malah semakin membuka lebar kesenjangan dalam masyarakat, orang kaya bertambah kaya dan orang miskin semakin terhimpit ditengah realitas negeri ini yang katanya berjuang demi kesejahteraan rakyat. 

World Bank pernah mencatat, bahwa Indonesia merupakan negara ketiga terparah setelah Rusia dan Thailand soal ketimpangan sosial. Ironi memang. Lalu dimana Pancasila? Yang katanya memiliki nilai-nilai luhur kebangsaam dan keadilan untuk rakyatnya? Ah, rasanya Pancasila hanya “sakti” dalam kata-kata tetapi ditelikung oleh para elit bangsa kita sendiri agar nilai-nilainya tidak dijalankan apalagi diaplikasikan dalam suasana kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kekuasaan rasanya lebih condong kepada kepentingan pengusaha yang memiliki banyak uang tanpa seri. Mereka diberi kesempatan, privilege dan segala macam fasilitas tetapi rakyat ditindas, digusur, dihimpit oleh berbagai persoalan hidup mereka yang tak kunjung mendapatkan solusinya. Jangankan solusi, terkadang untuk mendapat keadilan-pun dirasa susah. 

Rakyat tetap menjadi korban yang semakin tertindih oleh pongahnya kekuasaan, dibela dan diangkat hanya pada saat pemilihan setelah terpilih justru rakyat disingkirkan. Pada akhirnya, hanya sumpah serapah, caci maki dan saling hujat yang justru yang menjadi solusinya. Seperti puisi Gus Mus, “…hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri…yuk main hujan-hujanan caci maki..”. Inilah realitasnya, ironi di negeri demokrasi.

Wallahu a’lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun