Saya kira, publik perlu disadarkan untuk membangun komunikasi yang cerdas dan berimbang di medsos sehingga dapat memberikan harapan baru bagi sebuah kompetisi politik yang sehat. Jika memang harapan akan demokrasi sebagai satu-satunya sistem terbaik saat ini dan sulit digantikan, maka demokrasi menuntut suatu kompetisi yang sehat.
Schumpeter pernah menulis, bahwa demokrasi merupakan, “for arriving at political decision in wich individuals acquire the power to decide by means of a competitive struggle for the people vote”. Demokrasi memberikan kesempatan yang luas agar siapapun memiliki peluang yang sama dalam hal pilihan politik dan bertarung secara kompetitif dalam rangka memperoleh dukungan rakyat.
Banyak kalangan berpendapat, bahwa Pilkada Jakarta kali ini terasa lebih sejuk setelah munculnya dua pasang calon kontestan yang dinilai memiliki reputasi terbaik dalam melawan petahana. Dengan demikian, saya kira sangat sulit untuk kemudian memberikan tempat bagi aktivitas black campaign atau negative campaign yang biasanya diramaikan oleh para aktivis buzzer politik di ranah medsos.
Justru lewat medsos kita dapat membangun demokrasi virtual atau demokrasi digital yang dapat mewarnai setiap proses politik atau kebijakan politik pada tataran praksisnya. Demokrasi tidak selalu dibangun dalam tataran praksis politik, tetapi bisa dilakukan melalui akun-akun virtual yang dimiliki setiap orang di ranah medsos.
Saya kira, Kompasiana sebagai sebuah ajang diskusi virtual yang kompetitif dan berimbang dalam membangun citra demokratisasi dengan menghapus tulisan-tulisan yang bernuansa SARA, hate speech atau berisi kebencian perlu kiranya diapresiasi.
Wallahu a’lam bisshawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H