Resistensi yang semakin besar terhadap calon pejawat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam konstelasi politik di Jakarta tampaknya tidak hanya direspons oleh masyarakat dalam skala lokal, tetapi telah menjadi sebuah isu nasional di mana kemudian partai-partai politik (parpol) berbasis massa muslim mulai menjajaki pembentukan poros baru untuk bersinergi menjalin kekuatan koalisi yang akan menandingi kekuatan politik pendukung Ahok.
Pembentukan poros baru ini digagas oleh beberapa parpol berbasis massa muslim, seperti PKS, PAN, PPP, dan PKB. Ide pertama memang digulirkan oleh PKS agar seluruh parpol berbasis massa muslim dapat membentuk semacam “panitia bersama” untuk bersinergi dalam perhelatan kontestasi politik di Pilkada DKI Jakarta. Upaya membentuk segmentasi “parpol Islam” digagas bersamaan dengan doa bersama untuk Pilkada Jakarta yang bersih, aman, jujur dan adil yang dikonsentrasikan di Masjid Istiqlal.
Kekuatan politik yang digagas parpol berbasis massa muslim ini tampaknya berupaya mengidentifikasi kelompok-kelompok dalam masyarakat sehingga mereka dapat mengidentifikasi dirinya melalui kesamaan karakter di antara mereka dan dapat bersama-sama bersinergi dalam membangun sebuah kekuatan politik baru. Gagasan dari beberapa parpol berbasis massa muslim ini serasa sedang melakukan aktivitas “segmenting” sehingga para pemilih di Pilkada DKI nantinya dapat memilih sesuai dengan latar belakang serta kesamaan karakter terhadap calon yang bakal mereka pilih nantinya. Upaya segmentasi dalam dunia politik sering kali dilakukan untuk lebih memudahkan identifikasi kepada siapa pilihan masyarakat dijatuhkan. Dengan kata lain, segmentasi tetap diperlukan apalagi jika dihadapkan pada konstelasi politik di Jakarta jelang digelarnya pilkada ini.
Di negara yang memiliki sistem multipartai seperti Indonesia, aktivitas politik yang diarahkan untuk membentuk kelompok-kelompok segmentasi, baik itu dilakukan berdasarkan kesamaan ideologi, karakteristik, atau kecenderungan tertentu yang dapat mengidentifikasi serta membedakan setiap pilihan politik masyarakat adalah hal wajar. Apalagi di tengah masyarakat heterogen yang memang terbentuk dan terkotak-kotak ke dalam kelompok-kelompok tertentu yang mendasarkan kesamaan karakteristik di antara mereka, maka aktivitas segmentasi yang dijalankan oleh parpol justru dibutuhkan untuk menjawab setiap tantangan demokratisasi. Demokratisasi justru ditengarai oleh adanya aktivitas segmentasi yang dilakukan kelompok-kelompok masyarakat agar masing-masing memiliki apa yang “membedakan” dirinya dengan kekuatan politik lainnya. Kompleksitas dan kerumitan yang ada dalam sebuah struktur masyarakat justru akan lebih disederhanakan nantinya melalui apa yang disebut sebagai aktivitas segmentasi tersebut.
Apa yang terjadi jelang Pilkada Jakarta merupakan sesuatu yang sangat menarik, di mana banyak sekali calon gubernur yang kemudian dimunculkan ke publik oleh masing-masing kekuatan politik. Banyaknya calon yang diusung oleh masing-masing parpol justru pada akhirnya akan lebih membingungkan dan memecah konsentrasi pilihan masyarakat. Oleh karenanya, beberapa parpol berbasis massa muslim berupaya menyederhanakan tipologi pilihan masyarakat melalui pembentukan poros baru dengan mengusung pasangan calon yang lebih dapat diterima oleh seluruh kekuatan politik yang tersegmentasi. Lagi pula, segmentasi dibentuk dalam rangka membangun sebuah pola komunikasi politik antara parpol dan masyarakat sehingga pada akhirnya parpol dalam menyampaikan pesan politiknya kepada masyarakat dengan lebih mudah diterima karena dilakukan atas dasar kesamaan karakteristik yang ada di antara mereka.
Dalam suatu masyarakat perkotaan yang ditandai oleh tingkat pendidikan yang tinggi serta tuntutan yang besar akan rasionalitas politik, aktivitas segmentasi akan lebih ditekankan dengan menggunakan cara-cara rasional. Rasionalitas tentunya dibungkus dalam sebuah komunikasi politik yang terarah, terstruktur dan terpola dalam menentukan dan menawarkan program-program kerja yang diharapkan dapat menjawab persoalan-persoalan penting dalam masyarakat. Parpol tentunya sudah mengetahui bahwa kompleksitas persoalan yang ada dalam masyarakat tidak akan terselesaikan kecuali melalui aktivitas segmentasi. Tanpa segmentasi, parpol akan kesulitan dalam menyusun pesan politik, sosialisasi politik, pembentukan program kerja, serta produk-produk politik yang disesuaikan dengan kehendak masyarakat.
Ketika sudah terbentuk sinergitas kelompok-kelompok masyarakat dalam sebuah kekuatan yang tersegmentasi, parpol akan lebih mudah menyederhanakan dan memahami pada akhirnya program-program kerja apa yang menjadi harapan besar masyarakat. Setiap kelompok dalam masyarakat pasti akan membawa masalahnya sendiri-sendiri sehingga butuh pemecahan secara tepat dan cepat dan akan lebih mudah ketika segmentasi telah terbentuk. Penyusunan program kerja yang nantinya digarap parpol berasal dari kondisi real masyarakat atas segala permasalahan yang mereka hadapi. Bisa jadi, bahwa segmentasi yang dibuat oleh parpol berbasis massa muslim ini didasarkan pada persamaan karakteristik tradisi dan budaya yang saat ini dianut masyarakat.
Meskipun tampaknya strategi segmentasi parpol berbasis massa muslim ini lebih ditekankan pada aspek-aspek religiusitas dengan membetuk stigmatisasi memilih pemimpin muslim, namun secara umum mereka lebih mengedepankan pilihan yang bebas agar memilih pemimpin yang lebih memiliki integritas, bervisi ke depan, pro-rakyat sebagai alternatif pemimpin yang akan membawa Jakarta lebih baik. Segmentasi politik yang dilakukan oleh parpol berbasis massa muslim ini tampaknya didasari oleh satu alasan bahwa mereka akan menyuguhkan kepada masyarakat pemimpin altenatif yang akan didukung banyak pihak, termasuk parpol-parpol lain di luar parpol pendukung Ahok.
Segmentasi yang digagas ini bukanlah merupakan sebuah “poros tengah” yang dianalogikan seperti pada pemilu 1998 yang dimotori Amien Rais untuk menaikkan Gus Dur ke kursi kepresidenan ketika berhadapan dengan Megawati. Karena, Poros tengah dibangun didasarkan penggalangan kekuatan intra parlemen, bukan berdasarkan asumsi segmentasi politik yang melibatkan kekuatan ekstra parlemen seperti yang sedang digalang parpol berbasis massa muslim di Pilkada Jakarta kali ini.
Meski demikian, strategi politik apa pun yang saat ini sedang dibangun oleh kekuatan yang berasal dari parpol, baik yang disinyalir berbasis massa muslim atau nasionalis, merupakan langkah politik yang sah dan konstitusional. Anggapan-anggapan yang negatif sementara kalangan yang melihat upaya segmentasi ini sebagai pengangkatan isu muslim dan nonmuslim tidak seluruhnya benar. Karena kenyataannya, parpol-parpol yang diklaim sebagai berbasis massa muslim sepenuhnya berideologi pancasila dan nasionalis, tidak mengidentifikasi dirinya sebagai “partai Islam”. Saya berharap, akan terbangun sebuah kompetisi politik yang sehat, jujur, dan adil dalam perhelatan Pilkada di Ibu Kota kali ini, tanpa harus mencederai ikatan-ikatan toleransi yang telah terbangun kuat selama ini. Marilah bijak dan berpikir positif, karena Pilkada Jakarta adalah kompetisi yang akan melahirkan pemimpin-pemimpin Jakarta masa depan yang lebih baik.
Wallahu ‘alam bisshawab