Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik “Menjual Tuhan”

13 September 2016   11:41 Diperbarui: 13 September 2016   11:54 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membela Tuhan hanyalah akan semakin merendahkan derajat ketuhanan bahkan  memperlihatkan bahwa Tuhan itu lemah, padahal entitas Ketuhanan tidak bisa disamakan dengan hal apapun atau siapapun.

Sejatinya, agama dan politik merupakan dua entitas yang berbeda, apalagi jika politik sudah terformalisasi kedalam bentuk partai. Agama dibentuk oleh kesamaan iman dan keyakinan dalam sebuah masyarakat, sehingga agama menjadi pengikat solidaritas sosial. Berbeda dengan politik yang terbentuk atas dasar kesamaan kepentingan yang bisa terdiri dari kepentingan agama, ekonomi, kekuasaan atau bisnis. Ikatan-ikatan yang terbentuk secara politik tidak akan bertahan lama, berbeda dengan ikatan-ikatan yang dibangun atas dasar agama dan keyakinan.

Agama bisa saja mewarnai kehidupan politik karena nilai-nilai moralitasnya yang luhur, tetapi umumnya agama hanya diekspresikan secara personal, belum menjadi ekspresi bersama apalagi jika hanya  diidentikkan dengan sebuah parpol yang mengusung agama atau keyakinan tertentu. Karena adanya  perbedaan entitas antara agama dan politik, maka politisasi agama atau agama yang dipolitisir hanya akan menghasilkan sebuah kegiatan yang sia-sia, karena keduanya memang sangat sulit bertemu.

Dengan demikian, menjadikan agama sebagai penguat moralitas dan identitas, penuntun ke arah semangat spiritual, baik untuk kebaikan personal maupun komunal, harus diletakkan sebagai seperangkat nilai yang baik yang dapat mewarnai setiap bentuk kepentingan apapun, termasuk kepentingan sosial-politik.

Namun ketika agama diformalisasikan bahkan dijadikan legitimasi untuk suatu kepentingan kemanusiaan yang bersifat kekuasaan (politik) sama halnya dengan menjalankan praktek “dagang agama”. Agama hendaknya menjadi cita-cita bersama yang luhur, karena muatan-muatan ajarannya yang sarat dengan prinsip-prinsip moral dapat membentuk ikatan-ikatan sosial berdasarkan kebutuhan kebaikan bersama, bukan kepentingan sesaat. Hanya saja terdapat kekhawatiran sekelompok masyarakat terhadap hal-hal yang diprediksi akan merusak tatanan sosial-keberagamaan mereka, sehingga terkadang perlu juga melakukan formalisasi agama dalam realitas politik.

Apalagi masyarakat Indonesia digambarkan sebagai masyarakat yang religius, dimana keterikatan dengan ideologi dan agama masih sangat kuat, sangat berbeda dengan kondisi masyarakat di Barat yang cenderung menganggap agama sebagai realitas yang “nihil” dalam politik.

Wallahu a'lam bisshawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun