Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

“Deal Trade Off” antara Indonesia - Filipina

8 September 2016   12:05 Diperbarui: 8 September 2016   20:10 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Jemaah haji mengeliling Ka’bah di Mekkah, Saudi Arabia. (Associated Press/Mosa'ab Elshamy)

Kabar mengejutkan soal haji ilegal yang menggunakan paspor Filipina ternyata tidak hanya 185 jamaah yang dipermasalahkan, masih ada sekitar 500-700 jamaah haji asal Indonesia yang sudah sampai di Mekkah dengan menggunakan paspor asal Negeri Lumbung Beras itu.

Tentu hal ini sangat disayangkan, di tengah persoalan waiting list haji yang belum ditemukan solusinya oleh pemerintah Indonesia sejauh ini. Belum lagi persoalan sandera WNI oleh Abu Sayaf yang belum jelas nasibnya hingga kini. Indonesia dan Filipina dihadapkan oleh isu-isu politik bilateral yang memungkinkan bisa terjadi deal-deal politik yang dilakukan kedua belah pihak.

Sebagaimana diketahui, warga negara Filipina, Mary Jane Veloso, adalah terpidana mati kasus narkoba yang gagal dieksekusi karena permintaan otoritas Filipina setelah ditemukan bukti baru yang meringankan Mary Jane. Sejak 2011, Presiden Benigno pernah meminta pengampunan langsung kepada SBY agar membebaskan Jane dari jerat hukuman mati.

Bahkan hingga saat ini, permohonan ampunan terus disuarakan Filipina yang dimohonkan kembali oleh presiden terpilih Filipina, Rodrigu Duterte kepada Presiden Joko Widodo di sela-sela pertemuan para pemimpin negara ASEAN di Laos. Secara tegas, Duterte memohon kepada Presiden Jokowi agar hukuman mati atas Jane dibatalkan. Permintaan ini bisa jadi dikabulkan karena bargaining position Filipina terhadap Indonesia cukup kuat, terkait isu pembebasan sandera Abu Sayaf dan jamaah haji Indonesia yang berangkat ke Arab Saudi dengan memanfaatkan kuota haji kosong Filipina.

Kita mungkin dapat membayangkan, jika jumlah jamaah haji Indonesia yang berangkat melalui Filipina berjumlah sekitar lebih dari 500 orang, pasti akan kembali ke Indonesia melewati jalur yang sama, mereka akan transit di Filipina terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke Tanah Air.

Jumlah jamaah yang cukup banyak ini bisa jadi akan mendapat masalah ketika sampai di Filipina karena Otoritas Filipina tentu akan mempertanyakan paspor yang mereka gunakan. Persoalan ini tampaknya akan sangat rumit ketika harus dihadapkan oleh aturan hukum yang berlaku di negara tersebut terkait penggunaan paspor yang bukan warga negaranya. Walaupun kita tahu bahwa para jamaah haji Indonesia yang menggunakan paspor Filipina ini adalah semata sebagai korban, tetapi proses hukum pasti berlaku dan akan mengganggu hubungan bilateral antara Indonesia dan Filipina.

Duterte adalah presiden yang sangat tegas, bahkan tidak pandang bulu ketika dihadapkan pada persoalan yang mengusik negaranya. Keberhasilan mantan Walikota Davao ini menjadi presiden justru dihubungkan dengan pernyataannya yang keras soal pemberantasan narkoba yang tanpa kompromi. Duterte misalnya pernah berjanji untuk membunuh 100 ribu penjahat secara terang-terangan dan itu dibuktikan sejak Duterte memimpin Filipina pada Juni 2016 lalu, sudah lebih dari 3.000 orang terkait kejahatan narkoba terbunuh atas kebijakannya.

Bahkan tanpa segan, Duterte dalam sebuah pidatonya “merendahkan” Presiden Obama di sela-sela kunjungan Obama bertemu para pemimpin negara ASEAN di Laos. Saya kira, Duterte tidak akan begitu saja “memaafkan” jamaah haji Indonesia yang secara ilegal menggunakan paspor Filipina sebelum tentunya ada deal-deal politik dengan pemerintah Indonesia.

Isu mengenai deal politik yang sangat mungkin dilakukan antara Indonesia-Filipina  adalah soal barter antara jamaah haji ilegal, sandera Abu Sayaf, dan pengampunan Mary Jane atas hukuman mati. Meskipun dipastikan bahwa deal-deal ini tidak dilakukan secara terbuka ke publik tapi menggunakan cara deal trade off yang cenderung tertutup. Publik memang tidak akan mengetahui secara jelas nantinya, apa saja deal-deal politik yang akan dilakukan antara Indonesia-Filipina. Saya kira isu ini berkaitan dengan keinginan bahwa kedua negara akan sama-sama menginginkan melindungi warganya yang terkait permasalahan hukum di negara lain.

Isu soal jamaah haji ilegal asal Indonesia yang berangkat melalui Filipina saat ini menjadi isu yang sangat krusial dan sensitif karena kejadian ini kemungkinan sudah lama berlangsung. Indonesia, saya kira, dihadapkan pada persoalan bagaimana menyelamatkan warganya agar bisa selamat setelah selesai melaksanakan ibadah haji, begitu pun Filipina, akan mencari celah bagaimana agar Mary Jane dengan selamat bisa kembali ke negara asalnya. Entry point-nya terletak pada tanggung jawab negara yang harus menyelamatkan warga negaranya masing-masing sehingga persoalan-persoalan di luar itu yang terkait dengan hukum akan lebih mudah diselesaikan dengan tanpa mengganggu hubungan baik yang telah terjalin selama ini antara kedua negara.

Saya kira, inilah lagi-lagi soal kuota haji Indonesia yang tidak pernah mendapat respons secara serius dari pemerintah Arab Saudi sehingga sering kali dimanfaatkan oleh agen biro perjalanan nakal untuk melakukan penipuan kepada calon jamaah. Penipuan yang dilakukan justru sudah lama dengan modus menggunakan jalur haji ilegal dengan memanfaatkan kuota haji kosong Filipina.

Anehnya, proses perjalanan jamaah haji ilegal ini hampir tak bisa tersentuh oleh aparat karena terbukti beberapa kali lolos dan terus terulang setiap tahun, bahkan pernyataan terbaru dari Kemenkumham soal adanya jamaah haji Indonesia yang berangkat melalui jalur Filipina sudah terdeteksi lebih dari 500 orang.

Saya kira, ini keprihatinan kita semua, soal bagaimana tentunya pemerintah Indonesia dapat mengupayakan agar kuota haji Indonesia mencukupi sehingga kasus-kasus haji ilegal dapat diatasi. Kasus terkuaknya haji ilegal yang menggunakan kuota haji negara lain tidak hanya merugikan jamaah haji sendiri, tetapi justru merugikan negara terutama soal citra bangsa ini di hadapan bangsa asing.

Saya malah berasumsi, jika memang begitu mudahnya jalur ilegal didapat oleh para biro haji nakal, dikhawatirkan justru memang mendapat sokongan kuat dari oknum aparat terkait berbagai hal yang berurusan dengan soal kegiatan pelaksanaan haji ini. Jika memang kemudian terdapat hal yang merugikan negara, ini bisa dianggap sebagai perbuatan “korupsi” yang harus diungkap secara jelas kepada publik.

Persoalan haji ilegal yang mulai terkuak tahun ini justru sedikit banyak memperlihatkan lemahnya wibawa negara ini di hadapan negara asing. Bagaimana tidak, persoalan kuota haji yang belum lagi mendapat respons dari Otoritas Arab Saudi ditambah oleh penggunaan paspor ilegal haji melalui negara lain semakin menunjukkan betapa tidak wibawanya negeri ini.

Apalagi kemudian negara harus memberikan deal-deal tertentu dengan negara lain yang bisa saja  mendikte negara kita ini untuk tunduk kepada negara asing. Semoga jikapun ada deal-deal politik yang harus dilakukan, tentu akan memberikan kebaikan untuk bangsa kita sendiri.

Wallahu a’lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun