Bahkan pada Idul Adha, waktu pelaksanaannya tidak hanya satu hari seperti Idul Fitri, tetapi dilakukan empat hari, yaitu mulai tanggal 10-13 di bulan Dzulhijjah. Karena waktunya yang lebih panjang, Idul Adha dalam tradisi Jawa disebut dengan “Rayagung” atau “Hari Raya Besar” sehingga kesadaran sikap filantropis yang diajarkan tentu akan semakin membekas pada setiap pribadi Muslim.
Di era kekinian, sikap filantropis yang ditunjukkan oleh umat Muslim di Indonesia memang cenderung meningkat, jika melihat kepada data statistik peningkatan jumlah Muslim yang berzakat atau berkurban. Rilis dari beberapa media disebutkan, ditengah melonjaknya harga hewan kurban yang rata-rata 10-15 persen justru tidak berdampak pada penurunan jumlah umat Muslim yang berkurban. Rata-rata laporan dari beragam lembaga sosial yang bergerak di bidang filantropi, seperti lembaga pengelola zakat atau sejenisnya memperlihatkan jumlah penerimaan uang yang diterima sebagai bentuk pembelian hewan kurban mengalami peningkatan.
Perkembangan teknologi memang sedikit banyak telah menggeser metode berkurban menjadi lebih mudah dan instan, yang dulunya harus dibeli sendiri, disembelih sendiri dan dibagikan sendiri, saat ini cukup memberikan kepercayaan kepada lembaga sosial penyalur hewan kurban dengan cara mentransfer sejumlah uang sesuai dengan harga hewan kurban yang telah disepakati.
Walau demikian, ditengah era kekinian yang serba instan ini, hendaknya tidak juga menggeser nilai-nilai keagamaan yang terdapat pada entitas kurban itu sendiri. Kurban berangkat dari semangat iman untuk membentuk tradisi filantropi untuk berbagi dengan sesama, bukan sekedar ajang pamer kedermawanan, apalagi jika membeli kurban dengan uang hasil korupsi, jelas itu sebuah kebohongan dalam beragama.
Wallahu a’lam bisshawab
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI