Inilah realitas masyarakat kita yang sesungguhnya betapa membangun sebuah toleransi perlu didasari oleh banyak hal, terutama disadarkan oleh kenyataan bahwa Indonesia adalah komunitas bangsa yang multikultural, multietnis, multiagama dan tentunya multipemikiran. Michael Walzer bahkan mengaskan bahwa toleransi adalah keniscayaan dalam ruang individual juga ruang publik karena toleransi sendiri bertujuan untuk membangun hidup damai (peacefull coexistance) diantara pelbagai kelompok masyarakat ditengah pelbagai perbedaan budaya, sejarah dan identitas.
Toleransi dengan demikian menuntut penerimaan kita akan banyak hal, terutama segala hal yang berkaitan dengan perbedaan. Toleransi seharusnya dapat membentuk kemungkinan-kemungkinan sikap, baik itu karena adanya perbedaan, keragaman, atau pengakuan atas hak dan eksistensi orang lain yang berbeda dengan diri kita. Tuhan menciptakan manusia itu berbeda-beda dari segi kebiasaan, budaya bahkan dari segi fisik tidak ada yang sama.
Penerimaan terhadap aspek perbedaan apapun yang ada dalam diri manusia harus ditumbuhkembangkan jika ingin membentuk sebuah bangsa yang toleran. Tingkat toleransi yang maksimal juga akan melahirkan bangsa dengan tingkat keadaban dan peradaban yang baik dan maju. Jangan sampai kenyataan toleransi yang ada saat ini seakan-akan seperti tidak ada, atau dalam pepatah Arab disebut, “wujuduhu ka ‘adamihi”. Toleransi jangan hanya sekedar retorika yang digembor-gemborkan banyak pihak tapi miskin soal pelaksanaannya.
Wallahu a’lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H